Bab 210

Bab 210

Benar, saya pernah bilang.” Pandangan Asta menyapu wajah Samara sekilas, “Tetapi saya barusanmengira, kamu juga bersedia.”

Samara menggigit bibirnya semakin kuat.

Gila!

Kalau bukan Wilson yang datang tiba tiba, barusan dia sepertinya memang bersedia.

Dia sekarang sudah tidak begitu menentangnya, bahkan diam diam mengizinkan Asta melampiaskannafsu terhadap dirinya.

Samara tidak pernah berpikir untuk memulai asmaranya dengan lelaki manapun, tetapi sekarang diaseperti binatang buruan yang sudah masuk ke dalam jaring jaring Asta.

Semakin dia ingin melarikan diri, jaring jaring Asta akan semakin kuat membelitnya, sama sekali tidakmemberikan kesempatan kepadanya untuk melarikan diri.

Setelah sekian lama.

Sampai Samara berhasil menenangkan dirinya, Asta baru mengizinkan Wilson masuk ke mobil.

Wilson duduk di belakang kemudi, wajahnya putih dan juga merah karena malu, dia tidak berani melihatkaca spion, matanya hanya lurus menatap ke depan.

Dia mengemudi dalam waktu yang sangat lama, barulah sampai di depan sebuah gedung kecil.

“Sudah sampai.”

“Di sini? Mengapa membawa saya kesini?” Samara tidak paham dan menatap gedung kecil yang sudahberusia ratusan tahun.

“Kamu yakin akan memakai baju ini pulang ke rumah?” par ‘ ngan Asta mengembara pada pakaianSamara yang berantakan kareni trik tarik olehnya, lalu berkata lagi, “Sudah terpikir mau bagaimanamenjawab purtanyaan anak anak?”

Samara menundukkan kepala memandang pakaiannya, dalam sekejap dia sudah merasa te

nbali.

Pakaiannya berantakan sedemikian rupa, dia tidak bisa menjelaskan.

Mulutnya telah dicium sampai merah dan bengkak, dia tidak bisa menjelaskan.

Bekas cupang di lehernya, sudahlah, dia semakin tidak bisa menjelaskan.

Dia tidak bisa berkata apa apa.

Samara membuka pintu mobil dan turun dari mobil.

Mungkin karena mendengar suara mobil, seorang wanita tua yang rambutnya sudah putih berjalankeluar dari gedung kecil itu.

“Apakah Tuan muda yang telah pulang?”

Mata wanita tua itu walaupun terbuka lebar, tetapi bola matanya tidak bergerak, sepasang tangannyameraba raba kedepan waktu berjalan.

Samara takut wanita itu terbentur atau jatuh waktu berjalan dengan cepat dia maju untuk memapahnya:“Nenek, hati hati.”

Judie meraba raba tangan kecil Samara, keningnya berkerut.

“Suaramu terdengar asing, saya tidak mengenal kamu, mengapa kamu bisa datang kemari?”

“Nenek Judie, ini aku Asta.” Asta berjalan sampai disisi nenek Judie lalu buka mulut dan berkata, “Diabernama Samara, saya yang membawanya kemari.”

“Samara.... nama yang bagus!” nenek Judie bergumam, senyum di wajahnya penuh welas asih, “Kamuadalah tamu yang dibawa Tuan muda, wanita tua ini harus melayani dengan baik, kamu tunggu sebentarsaya akan membuatkan teh untukmu.”

Samara mana bisa membiarkan seorang yang sudah lanjut usia dengan mata yang tidak dapat melihatsibuk kesana kemari untuk melayaninya?

Melihat nenek Judie yang membalikkan badan dan masuk ke dalam rumah sibuk mau melayani tamu,Samara tidak tega dan mengikutinya masuk.

“Nenek, pelan pelan.”

“Nona Samara, kamu tidak usah khawatir wanita tua ini selain mata yang tidak dapat melihat, tubuhmasih sehat walafiat!”

“Kalau begitu saya bantu kamu.”

“Baik Baik Baik.”

Melihat dia yang berpakaian merah dengan hati hati dan cemas mengikuti di belakang nenek Judie, Astamenyeringai dengan mengangkat sudut mulutnya.

Wanita kecil ini......mandiri tapi tidak pernah puas, walaupun dia setiap saat selalu

membatasi diri terhadap orang lain, tetapi selalu bersikap baik terhadap orang orang di sekitarnya.

Semakin diamati dia semakin suka..…..

Semakin suka dia semakin tergila gila......

Begitu Asta memalingkan wajahnya dia sudah melihat Wilson yang menundukkan kepalanya, sangatdalam seperti hendak menyembunyikan dirinya ke dalam lubang.

“Wilson, kamu sudah berapa tahun mengikuti saya?” Asta bertanya dengan santai.

“Tuan, sudah sebelas tahun.”

“Tidak ada lain kali. Bonus akhir tahun hangus, cuti dengan gaji dibatalkan.” Asta menunjukkan jarinyakearah Wilson, dan berkata dengan pandangan mata yang

dingin.

Mendengar semua bonusnya dibatalkan, dia merasakan dunianya seakan runtuh.

“Tuan Asta.…..”

“Jika bukan karena sebelas tahun ini kamu masih terhitung setia, sekarang juga saya kirim kamu keAfrika.”

Asta membayangkan kejadian barusan, sudah langsung membuat darahnya mendidih.

Kalau bukan anak buahnya yang bodoh seperti keledai ini, dia mungkin sudah mendapatkan wanita kecilitu waktu di dalam mobil tadi.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report