Bab 212

Bab 212

Bulu mata Samara bergetar dengan hebat, gerakan tangannya tiba tiba terhenti.

Menyinggung kejadian masa lalu, apalagi yang mengenaskan, nenek Judie terus menerus menghelanafas panjang.

“Ibu kandung Tuan muda Asta dan Alfa bernama Amelia Sumardi, waktu muda juga merupakan seorangcendikia wanita yang menggemparkan kota Metro.”

“Nona Amelia menikah dan masuk ke Keluarga Costan lalu melahirkan Tuan muda Asta dan Alfa, tetapipada suatu malam, mengambil kesempatan kedua Tuan muda sedang tidur terlelap dia telah bunuh diridengan menyayat nadi, pada waktu itu Tuan muda Asta baru berumur 5 tahun, waktu itu karenamencium bau amis darah yang kental baru terbangun dari tidurnya.”

“Begitu membuka mata, yang dilihatnya adalah tubuh ibunya yang berlumuran darah, meninggal dunia didalam penderitaan.”

Walaupun tahu dalam keluarga kaya dan terpandang selalu banyak tragedi yang dirahasiakan, tetapiSamara sama sekali tidak pernah menduga Asta pernah mengalami perpisahan yang begitumengenaskan.

Umur 5 tahun.

Javier dan Xavier nya tahun ini juga berumur 5 tahun.

Sulit dibayangkan, perasaan Asta waktu itu yang penuh dengan rasa putus asa dan menderita, waktu itudia baru berumur 5 tahun melihat langsung ibunya bunuh diri dengan menyayat nadi.

“Samara Wijaya.......” Nenek Judie meraba raba dan menggenggam erat tangan kecil Samara, “Sayaberharap kamu adalah orang yang bisa menyayangi Tuan muda Asta seperti arti namamu.”

Samara akhirnya baru mengerti mengapa nenek mengatakah namanya adalah nama yang bagus,rupanya dia mempunyai penjelasan yang lain.

Setelah membantu nenek Judie beres beres di dapur, akhirnya mereka kembali ke ruang tamu.

is

Sejak masuk gedung kecil ini, Samara tetap memakai pakaian waktu di acara

ri hoiua dan rok Konferensi pers yang berwarna merah karena dia belum sempat ganti, baju dan rokyang kembang menyebabkan dia tidak leluasa waktu berjalan.

Asta melirik Samara sejenak lalu berpaling dan berkata kepada nenek Judie: “Nenek, baju Sammysedikit kotor, bisakah Anda mencarikan sebuah baju ganti untuknya?”

“Baik, saya akan mencarinya.” Nenek Judie meraba tangga dan pelan pelan naik keatas.

Begitu nenek Judie naik keatas, Samara langsung mempertanyakan: “Asta, siapa yang mengizinkankamu memanggil saya Sammy?”

“Semua orang boleh memanggilmu Samara.” Asta mendengus ringan, lalu berkata, “Saya tidak inginmemanggilmu dengan sebutan yang sama dengan orang lain, saya ingin memanggil nama kecilmu,nama yang hanya boleh dipanggil oleh orang yang paling dekat denganmu.”

“Kamu––––––”

Samara biasanya mempunyai lidah yang fasih, sekarang tiba tiba menjadi gagu di depan Asta.

Tidak berjumpa selama setengah bulan karena ada tugas di luar kota, bukannya membuat Asta mundur,dia malah semakin gencar mendesaknya, membuat perasaannya kacau.

Asta bangkit dari tempat duduknya lalu setengah memeluk pinggang Samara dan berbisik di telinganya:“Sebuah panggilan nama kecil telah membuatmu linglung, kalau begitu bagaimana kamu menerimayang akan saya katakan dan saya perbuat terhadapmu di kemudian hari?”

Suara nafas lelaki yang penuh gairah berhembus di cuping telinganya, menyebabkan tubuhnya menjaditegang.

Untung pada saat ini.

Nenek Judie membawa turun sebuah baju Qi pao berwarna hijau.

Mendengar suara langkah kaki menuruni tangga, Samara sibuk melepaskan diri dari pelukan Asta, dansegera menenangkan hatinya yang berdebar debar.

“Baju nenek semuanya baju lama dan jelek, benar benar tidak cocok untuk dipakai olehmu.” Nenekmemberikan baju Qi pao di tangannya kepada Samara, “Ini adalah baju peninggalan Nona Amelia,nenek menyimpannya sebagai ken. ig kenangan, siapa sangka hari ini dapat berguna.”

“Terima kasih Nenek.”

Samara masuk ke kamar dan melepaskan baju Dinasti Tang yang berlapis lapis dan ganti menjadi Qipao.

Setelah berganti pakaian dan berjalan keluar, perasaan Samara biasa biasa saja, tidak ada yangspesial.

71 46oo.

Bab 212

*3058. 5 mutiara

Tetapi–—–——

Waktu Asta menatap Samara, mata gelapnya tiba tiba menjadi tenang dan dalam.

Qi pao berwarna hijau lembut dan anggun menampilkan dengan sempurna lekukan tubuhnya yangramping, sepasang kakinya yang putih dan halus, bagaikan porselen kuno yang memancarkan kilauberwarna gading.

Samara menatap sekitarnya‘: “Dimana nenek?”

“Dia lelah, sudah istirahat di kamar.” Asta menatap Samara dengan pandangan lembut, “Tetapi neneksengaja ingin menyatukan kita, jadi malam ini dia hanya menyediakan sebuah kamar untuk kita berdua.”

“Kalau begitu saya tidur di sofa.” Samara berjalan ke sofa.

Belum sempat melangkah, pergelangan tangannya yang putih telah dicengkeram oleh Asta.

“Sejak kapan giliran kamu tidur di sofa.” Terdengar suara rendah dari Asta, “Kalau mau tidur di sofaseharusnya saya yang tidur, kamu tidur di tempat tidur.“

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report