Bab 218
Bab 218
Samara melirik Widopo dengan curiga, lalu melanjutkan langkahnya.
Meninggalkan naungan payung, guyuran hujan kembali mengenai rambut dan pundaknya, dia malahtidak sadar.
Widopo menggertakkan giginya dan mengomeli perempuan kecil ini tidak tahu diri, akan tetapi dia tidakdapat menahan diri dan mengejarnya, kembali menaungi kepalanya dengan payung.
“Apakah kamu begitu suka mandi hujan?”
“Apa hubungannya denganmu?” Samara sama sekali tidak berpaling, terus melangkah maju, “Sayasudah menyembuhkan penyakitmu, kita berdua sudah tidak saling berhutang, tidak perlu salingmengintervensi.”
Widopo sudah terlalu sering menjumpai wanita wanita yang menggunakan segala cara licik agar dapatberada di sisinya, namun tidak ada yang berhasil.
Samara adalah wanita pertama yang dia jumpai yang begitu dingin dan selalu ingin menjauhkan diridarinya, bahkan ......sama sekali tidak memandang sebelah mata terhadapnya
Tetapi semakin Samara ingin menjauh, Widopo semakin tidak tahan untuk mendekatinya, ingin agarSamara memperhatikan dirinya.
“Usiamu masih muda, tetapi ilmu pengobatanmu sangat tinggi kamu belajar dari mana?” Widopoberjalan bersamanya di bawah naungan payung.
“Rahasia.”
“Kamu sudah menyembuhkan penyakit saya, Buah Darah Ular yang saya an dari pelelangan sudahtidak berguna.” Widopo sengaja menarik perhatiannya, “Menurutmu jika diberikan kepada anjing, tidaktahu akan memberikan manfaat yang bagaimana ya?”
Samara boleh tidak menggubris Widopo, tetapi dia sama sekali tidak bisa mengingkari ketertarikannyaterhadap bahan obat yang langka ini.
Walaupun khasiat Buah Darah Ular berbeda jauh dari khasiat Buah Darah Naga, tetapi dilihat dari sifatobatnya tetap merupakan bahan obat yang langka dijumpai.
Benar saja—–
Samara telah menghentikan langkahnya, dengan mata besar dan bulat dia menatap Widopo: “Oranggila, apakah kamu mempunyai dendam kesumat dengan bahan
obat?”
“Saya bukan dokter, sekarang penyakit saya juga telah sembuh, Buah Darah Ular sudah tidak adagunanya bagi saya.” Widopo berkata dengan santai, “Bagaimanapun juga dikasih ke kamu, kamu jugatidak mungkin mau Buah Darah Ular ini.”
“Siapa yang bilang saya tidak mau?”
“Jadi kamu mau?”
“Tentu saja mau!” Samara tidak tahu ucapan orang gila ini benar atau hanya bercanda, “WalaupunKhasiat Buah Darah Ular tidak bisa dibandingkan dengan Buah Darah Naga, tetapi di waktu kritis jugamerupakan bahan obat yang dapat menyelamatkan jiwa, jika kamu memberikan kepada anjing, Ini benarbenar terlalu menyia–nyia kan bahan obat!”
“Buah Darah Ular ini saya beli dengan harga beberapa ratus miliar, masak begitu saja diberikankepadamu, tidakkah seharusnya kamu tukar dengan sesuatu?”
Samara menatap mata Widopo yang tajam lalu tidak dapat menahan diri untuk bertanya: “Kamu mausaya tukar dengan apa?” kemudian dia seperti teringat sesuatu lalu berkata lagi, “Harga yang kamudapatkan di perlelangan itu sudah menyesatkan, harga Buah Darah Ular tidak setinggi itu, ataukah kamumemang sengaja hendak memeras saya!”
“Perempuan kecil, saya mau kamu menemani saya makan.”
“Hanya menemani makan?” Samara curiga, “Benar cuma syarat yang begitu gampang?
“Kamu merasa gampang?” Widopo memanjangkan mulutnya dan berkata, “Kelihatannya kamu tidakserius menginginkannya, sebaiknya saya berikan kepada anjing saja!”
“Jangan! Saya setuju.”
“Baik.”
Widopo menjawabnya, kelihatannya dia sangat gembira dengan keberhasilannya.
Menurut pikiran Samara tidak mungkin timbul masalah dengan hanya menemaninya makan.
Lagipula dengan Buah Darah Ular dari Widopo, akan bermanfaat juga untuk penyakit Raisa jikaditambahkan ke dalam ramuan obatnya.
Jadi dia mengikuti Widopo ke mobilnya.
11:52
U
U
Bab 218
* 2,0 57%. 5 mutiara
Setelah turun dari mobil, Samara baru menyadari Widopo membawanya ke sebuah restoran hotpot.
Widopo memesan sebuah ruangan tertutup, seorang pelayan yang memakai baju Qi pao berwarnamerah menuntun mereka ke dalam, lalu memberikan sebuah tablet kepada mereka.
Widopo memesan sup dasar yang paling pedas, tetapi dihadang oleh Samara.
“Kamu baru sembuh dari sakit, kenapa memesan yang paling pedas?” Samara melotot kepadanya, “Supdasar yang terdiri dari dua macam sudah cukup, satu yang pedas sedikit satu lagi yang polos.”
“Walaupun Sindrom dingin di dalam tubuhmu sudah sembuh, akan tetapi kamu sudah menderitapenyakit ini sejak kecil, sebaiknya kamu agak memperhatikan makananmu.”
Waktu Samara menyampaikan perkataan ini, dia bukan bermaksud khusus dan peduli secara pribaditerhadap Widopo, dia hanya menyampaikan nasehat terhadap pasien secara polos.
Tetapi di pihak Widopo dia malah menatap Samara dengan termangu mangu, mendengarnya denganperasaan meleleh seperti gula: “Baik, saya menuruti semua perkataanmu.....”
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report