Bab 224

Bab 224

Ketika Asta merasa Samara akan mengungkapkan lebih banyak lagi suara hatinya, Samara malahbangkit dan berusaha melepaskan diri dari pelukannya.

“Hari ini saya sudah lepas kendali....” Suara Samara terdengar parau.

Pandangan matanya cuek dan menjauh, kembali membuat Asta merasa frustasi.

Kelihatannya–––––—

Di dalam hati Samara, memendam sakit dan benci di dalam hati menduduki posisi yang lebih pentingdibandingkan rasa cinta Samara terhadapnya.

Perempuan kecil ini terlalu rasional, bahkan lebih rasional daripada dirinya sebagai seorang laki laki,tidak ingin dirinya terlibat dalam pusaran cinta.

Baik.

Dia akan menghormati keputusannya.

Dia bersikap semakin cuek, Asta akan semakin menyayanginya, sayang sampai dimatanya tidak adatempat untuk lelaki lain selain dirinya.

“Sammy, setiap kata yang saya ucapkan malam ini adalah janji saya kepadamu.” Asta memandangwanita ini dan berkata dengan serius, “Kamu boleh melakukan apapun yang kamu mau, tetapi kamuadalah milik saya, orang lain jangan harap dapat mencampuri urusanmu.”

Samara menatap mata lelaki ini, terkesan dengan keseriusan dan keyakinan dalam matanya.

Kali ini dia masih sanggup menguasai hatinya sendiri.

Bagaimana dengan lain kali?

Apakah dia masih sanggup menguasai?

Setelah lewat beberapa hari.

Samara menerima kabar dari Widopo, yang menginginkan dia datang ke Grup Wiratama Perkasa untukmengambil Buah Darah Ular.

Dia telah sampai di bagian resepsionis Grup Wiratama Perkasa.

“Selamat pagi, saya mencari Widopo Sutanto.”

Wanita di meja resepsionis yang berpakaian rapi bertanya kepadanya dengan ekspresi menertawakan:“Apakah ada janji?”

“Tidak ada, tetapi saya ada bukti pesan yang dia kirimkan kepada saya.” Samara menyerahkan bukupesan di ponselnya kepada wanita resepsionis itu.

Tetapi wanita itu malas melihatnya dan berkata dengan sinis dan dingin: “Ishhh, bisa saja kamumenghubungi orang untuk menulis nama presdir kami, lalu menyuruh orang mengirimkan ke ponselmu,apa ini bisa dijadikan sebagai bukti? Dengan permainan anak kecil ini, apakah kamu kira bisa lolos?”

Samara mengernyitkan keningnya: “Ini memang pesan yang dikirimkan Presdir kalian.”

“Kalau begitu kamu telepon dia!”

Samara tidak ingin ribut, lalu menelepon Widopo.

Dering telepon berbunyi tetapi tidak ada yang menerima.

Wajah resepsionis yang lagak menatapnya dengan curiga dan merendahkan.

“Tidak bisa dihubungi? Penipu, tidak bisa dihubungi barulah normal!”

“Dengan penampilanmu seperti ini......masa bisa mengenal Presdir kami, apakah kamu mengira PresdirGrup Wiratama Perkasa bisa sembarangan bertemu orang!”

Samara mencibir, ekspresinya seketika berubah menjadi dingin.

“Saya kasih kesempatan terakhir kepadamu, harap kamu telepon ke kantor Presdir kalian, katakan adaseseorang yang bernama Samara mencarinya.”

Resepsionis itu semula dikejutkan oleh ekspresi dingin Samara, tetapi diu tetap memandang rendahSamara yang sederhana ini, tidak mungkin sebatang daun bawang akan menjadi sebatang bungaDaffodil, tidak mungkin dia adalah orang yang begitu hebat, jadi dia berbicara dengan lalai dan asalasalan.

“Hei, apa kamu tidak mengerti kata kata yang saya ucapkan? Tidak ada janji tidak bisa ketemu Presdirkami, jika kamu tetap bersikeras seperti ini, saya akan memanggil petugas keamanan untuk mengusirmukeluar!”

Samara membalikkan badan dengan maksud meninggalkan gedung perusahaan.

Baru berjalan beberapa langkah, sudah bertemu dengan Kiky yang baru keluar dari lift VIP.

Kiky yang melihatnya dengan cepat menghampirinya, dengan hormat berkata: “Nona Samara, kamusudah datang.”

Sejak Samara berhasil menyembuhkan penyakit Widopo, sikap Kiky terhadapnya sudah berubahseratus delapan puluh derajat, dari sebelumnya musuh pedang yang bisa mencekik leher sampaisekarang menganggapnya sebagai Dewi obat yang dihormatinya.

Sebelah sini, wanita resepsionis melihat Kiky begitu hormat kepada Samara, terkejut sampai mulutnyaternganga.

Wanita ini.....

Jangan jangan memang betul datang untuk menjumpai Presdir?

Bagian resepsionis masih belum tersadar sepenuhnya, Widopo berjalan masuk dari luar gedung, ketikamelihat Samara, dia bergegas menghampirinya.

“Perempuan kecil, kamu sangat tega terhadap saya, tetapi terhadap bahan obat kamu sangat perhatian,apakah kelangkaan saya tidak bisa dibandingkan dengan kelangkaan obat ini?” Widopo yang bertemudengan Samara, wajahnya langsung tersenyum lebar.

Saat ini—–

Wanita resepsionis terpaku seperti orang bodoh.

Presdir mereka yang berjulukan Raja Neraka rupanya bisa tersenyum? Bahkan tersenyum kepadawanita yang tadi disinggungnya?

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report