Menantu Dewa Obat -
Chapter 223
Dan saat Nara sedang memikirkan masalah itu, tiba-tiba Alina meneleponnya lagi dan bertanya, "Nara, apa yang terjadi dengan gelang giok itu?" "Apa yang dikatakan oleh keluarga Meng?" "Reva sudah pergi untuk mengakuinya, kan? Jadi seharusnya sekarang sudah tidak ada hubungannya lagi dengan keluarga kita, kan?" Mendengar ucapan Alina hampir saja membuat Nara menangis. Kedua orang tuanya ini terlalu egois. Mereka sama sekali tidak bertanya bagaimana keadaan Reva. Mereka hanya memikirkan apakah masalah ini akan melibatkan mereka. Lalu Nara menggertakkan giginya dan berkata, "Aku tidak tahu!" Alina langsung cemas dan bertanya, “Bagaimana mungkin kau tidak tahu?” “Memangnya kau tidak bertanya kepada Reva?” “Kalau tidak kau bisa langsung tanyakan kepada nyonya Meng!" "Kau ini, mengapa sama sekali tidak khawatir terhadap masalah ini?" Nara tampak gemetar karena marah lalu berkata dengan penuh emosi, "Ma, bisa tidak kau mengkhawatirkan hal yang lebih serius?" "Sekarang farmasi Shu masih tetap dapat bertahan atau tidak saja masih menjadi pertanyaan. Bisa tidak kau jangan membuat ulah lagi?!" Lalu Alina langsung gugup dan bertanya, "Ada apa?” “Apakah... Apakah Reva telah gagal menangani masalah ini dengan keluarga Meng sehingga keluarga Meng harus mencari masalah dengan kita?" "Aduhh... bagaimana ini sekarang? Apa yang harus kita lakukan?" "Farmasi Shu itu adalah hasil kerja keras keluarga kita. Jika sampai hancur... bagaimana... bagaimana dengan kelangsungan hidup kita!" Lalu Nara penuh amarah berkata, "Cukup sudah! Berhentilah berbicara!" "Kapan aku mengatakan masalah Reva?" "Sekarang ini adalah masalah kita sendiri!" Alina langsung terkejut dan berkata, "Ada apa dengan kita?" Nara lalu menceritakan masalah lokasi pembangunan pabrik baru itu dengan penuh emosi. Setelah Alina mendengarkan ceritanya dia langsung tercengang. Apalagi dia pernah bekerja di perusahaan untuk beberapa waktu jadi dia cukup memahami pentingnya pembangunan pabrik baru. "Lalu apakah ada solusi untuk masalah ini?" tanya Alina dengan cemas. Dan Nara pun menjawab dengan marah, "Bagaimana aku tahu?" "Sudahlah, aku sedang sibuk. Aku tidak bisa berbicara denganmu lagi." Setelah menutup teleponnya, Alina menatap Axel yang berada di sebelahnya dengan cemas. "Apakah kau mendengar apa yang baru saja terjadi? Menurutmu sebaikanya bagaimana?" "Tidak mudah bagi keluarga kita yang telah berjuang sampai sekarang." "Jika ada yang tidak beres dengan pabrik baru itu maka mau tidak mau kita harus membayar ganti rugi atau sejenisnya. Kalau begitu... bukankah kita semua akan hancur?" "Mengapa begitu sulit untuk melakukan bisnis?" Alina berkata dengan suara terisak. Axel berkata dengan tenang, "Masalah seperti ini cukup wajar koq." "Dulu ketika pabrik lama dibangun bukankah juga disabotase oleh seseorang!" "Sebenarnya orang-orang ini hanya ingin meminta jatah dan uang saja." "Nanti berikanlah beberapa proyek kecil kepada mereka dan orang - orang ini pasti akan berhenti merusuh!" "Yang paling penting adalah bisa menemukan seseorang yang cukup handal untuk menangani masalah ini." Dan pada saat ini Hana baru saja keluar dari kamarnya lalu berkata, "Pa, Ma, serahkan masalah ini pada Hiro!" "Hiro dulu bekerja di bidang teknik dan sering keluar masuk dengan bosnya. Dia sudah sering bertemu dengan masalah seperti ini." "Dia juga sering membantu bosnya menangani masalah seperti ini, sangat mudah!" Mata Axel langsung berbinar dan berkata, "Idemu ini boleh juga." "Cepat telepon Hiro dan minta dia cepat pulang setelah selesai membeli sayuran. Minta dia untuk menyelesaikan masalah ini.” Lalu Hana langsung menelepon Hiro dan tak butuh waktu lama bagi Hiro untuk kembali dengan setumpuk kantong - kantong belanjaannya. Seharian ini Hiro telah begitu sibuk mencuci dan memasak yang membuatnya begitu sengsara. Dan akhirnya kesempatan yang di tunggu-tunggu telah datang. Jadi dia langsung meletakkan semua barang-barang belanjaannya itu dan segera melakukan pekerjaannya. Pada sore hari, Nara juga sedang menangani masalah ini tetapi kemajuannya begitu - begitu saja. Sehingga dia tidak punya pilihan lain selain menelepon Reva. Kemudian Reva bergegas datang ke perusahaan. Di depan pintu dia bertemu dengan Axel, Alina dan Hana yang juga kebetulan datang ke sana. Hana dengan tampangnya yang arogan melirik Reva dari sudut matanya. Alina mengernyitkan keningnya dan berkata, "Reva, mengapa kau berada di sini?" "Bukankah kau sedang pergi ke rumah keluarga Meng?" "Bagaimana situasinya sekarang?" "Apa yang dikatakan oleh keluarga Meng?" Reva terdiam beberapa saat dan melihat ekspresi Alina yang seperti menunjukkan bahwa dia belum cukup puas jika Reva belum masuk ke penjara?
Previous Chapter
Next Chapter
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report