Menantu Dewa Obat -
Chapter 419
Bab 419
Setelah selesai memaki lalu Axel kembali ke kamarnya.
Alina menatapnya dengan kesal. "Suamiku, apa yang kaulakukan barusan itu?"
"Hana hanya ingin tinggal di kamar utama di lantai atas saja, kan? Memangnya kenapa?"
"Mengapa kau begitu marah kepada Hana?"
Axel memelototinya. "Kalian para wanita ini hanya rambutnya saja yang panjang tapi otaknya pendek!"
"Apa kau tidak dengan apa yang dikatakan Reva tadi?"
"Dia akan mengembalikan rumah itu kepada situa Geni. Apa kau harus memperbesar masalahnya hingga seperti itu?"
Alina kesal. "Punya hak apa dia kembalikan rumah ini kepada si tua Geni:
"Rumah ini kan milik keluarga Shu kita. Dia tidak punya hak untuk mengambil alih!"
"Aku tanya, kenapa kau takut kepadanya?"
Axel memelototinya dengan marah, "Kau sudah gila yah?"
"Kau bilang kenapa takut kepadanya?"
"Sekarang situa Geni dan teman-temannya hanya mengenali Reva dan bukan kita.”
"Jika sampai masalah ini diperbesar dan nantinya kalau dia mengatakan semuanya kepada si tua Geni, maka si tua Geni dan teman - icmannya pasti akan mengambil kembali rumah ini. Kau paham tidak?"
"Itu kan hanya sebuah kamar saja. Hana dan Nara sama – sama putri kita. Siapapun yang tinggal di sana kan sama saja!”
"Apakah kau benar-benar harus memperbesar masalah ini hanya karena hal-hal sepele seperti ini?"
"Kau ini scorang wanita tetapi mengapa tidak mengerti logika - logika seperti ini?"
Alina langsung tertegun dan berkata dengan suara rendah, "Ya... ya benar juga yah."
Axel lalu menambahkan. "Dan juga mobil yang ada di luar serta perusahaan yang diberikan oleh Kenji kepadanya."
"Kalau Reva benar-benar ingin melawan kita, satu pun dari barang-barang itu tidak akan bisa kita dapatkan." "Bukannya aku mau mengocchimu, ictapi sebelum kau melakukan sesuatu tolong pakai otakmu
ilu."
Alina mengangguk-angguk: "Iya, iya benar. Ucapanmu itu memang benar."
"Haihh. Hana ini benar-benar sudah biasa dimanja schingga begitu melihat sesuatu selalu menginginkannya."
"Baiklah, aku akan memberitahunya nanti. Biarkan mereka berdua tinggal di lantai dasar dulu."
"Nanti kalau perusahaannya sudah didapatkan dan menghasilkan uang, aku akan membelikan mereka sebuah villa yang tidak jauh dari sini. Begitu saja kan beres!"
Axel mengangguk: "Ini baru benar!"
"Dan yang paling penting sckarang adalah kita dapatkan perusahaan itu dulu dengan membuat Reva tenang."
"Jangan karena masalah sepele mengenai kamar ini malah membuat masalah perusahaan itu tertunda. Kalau sudah begitu, kita juga yang rugi hanya karena gara-gara masalah sepele seperti itu!" Di lantai atas, Nara meringkuk clipelukan Reva. Dia tampak bahagia.
"Reva, seharusnya kau melakukan seperti tadi itu sejak dulu. Kau tidak bisa membiarkan mereka menginjak-injakmu lagi!"
"Orang-orang itu tidak pernah ada rasa puasnya. Semakin kau menoleransi mereka, semakin ngelunjak juga mereka jadinya. Kau harus membiarkan mereka mengetahuinya bahwa kau tidak bisa diganggu dengan seenaknya!"
"Masalah hari ini kau tangani dengan baik sekali!" Nara tertawa kecil.
Reva tersenyum. "Nara, aku tahu apa yang harus dilakukan."
"Aku bisa menolerir beberapa hal tetapi ada juga yang tidak bisa kutolerir."
Terhadap papa dan mana-mu aku masih bisa menolerirnya karena bagamanapun juga, mereka adalah orang tuamu."
Tetapi terhadap Hana dan Hiro, aku tidak bisa menolerir terlalu banyak!"
"Selain itu, aku paling tidak bisa melihat orang yang paling aku cintai ditindas dengan semena - mena olch siapapun. Ini adalah batas limitkul"
Nara langsung tersipu. Dia tahu bahwa orang yang Reva katakan paling dia cintai itu adalah dirinya sendiri.
"Oh ya ngomong-ngomong, apa rencanamu terhadap perusahaan itu?"
“Apakah kau benar-benar ingin membiarkan Iliro yang mengambil alih perusahaan ini?" tanya Nara
Reva terkekeh. "Ini hanya sementara
"Tenang saja, tidak lama kemudian Hiro sendiri yang akan keluar dari sana."
Nara melirik Reva. Dia bisa melihat ekspresi percaya diri pada wajah Reva. Dia tidak tahan untuk tidak terkejut.
Pada saat ini, Nara semakin merasa bahwa suaminya ini tidak sederhana.
Lalu dia menyandarkan kepalanya ke dada Reva dan berbisik, "Reva, tidak peduli apapun yang kau lakukan, aku pasti percaya kepadamu."
"Hanya saja aku punya sebuah permintaan. Jangan pernah kau siksa dirimu sendiri hanya karena memikirkan perasaanku!"
Previous Chapter
Next Chapter
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report