Bab 814

Reva masih ingin berbicara tetapi Alina sudah menutup panggilan teleponnya.

Reva bingung.

Apa maksudnya dengan harus bisa dimenangkan?

Proyeknya seberapa besar saja Reva masih tidak tahu. Dia juga tidak paham dengan situasinya jadi bagaimana dia harus meminta Anya untuk menandatangani kontraknya?

Namun dia juga tahu bahwa tidak ada gunanya berdebat dengan Alina.

Menurutnya, karena mereka adalah kenalan jadi sudah seharusnya membantunya.

Sedangkan tentang masalahnya apa, dia sama sekali tidak mau ambil pusing.

Setelah memikirkannya sejenak lalu Reva menelepon Anya dulu untuk memahami masalah dan situasinya secara spesifik.

Begini panggilan teleponnya tersambung, terdengar suara Anya yang menjawab dengan malas. "Tuan Lee, tumben amat kau punya waktu untuk meneleponku hari ini?"

Nada suaranya terdengar agak malas, manja dan manis seolah-olah sedang mengobrol dengan orang yang sangat dekat dengannya.

Reva tersenyum dengan canggung lalu menjelaskan garis besar situasinya.

Dengan nada marah Anya menjawab: "Ooh, jadi kau meneleponku untuk membicarakan masalah bisnis."

"Aku pikir kau meneleponku karena sudah kangen dengan aku!"

Reva terdiam untuk beberapa saat.

Di ujung telepon Anya terkikik: "Sudah, sudah, aku hanya bercanda."

"Aku tahu PT Peaceful yang kau katakan itu."

"Apa kau punya pandangan lain?"

Reva menjawab: "Aku hanya ingin tahu apakah kerjasama ini penting?"

Anya: "Lumayan. Proyek ini berpengaruh sedikit terhadap pengaturan perusahaan di kemudian hari, tetapi tidak terlalu banyak."

"Kalau kau ingin aku menandatangani kontraknya dengan PT Peaceful juga tidak masalah."

Reva menghela nafas lalu dia menjelaskan tentang situasi di sisinya..

Setelah Anya mendengarkan ceritanya lalu dia berkata dengan lembut, "Tuan Lee, kau benar-benar sangat baik terhadap Nara."

Kau bahkan mau menyetujui permintaan tak berdasar dari anggota keluarganya?"

Reva menghela nafas dengan tak berdaya: "Apa boleh buat. Aku tidak bisa melihat dia susah hati.")

Anya juga menghela nafas. "Nara benar-benar beruntung sekali bisa bertemu denganmu."

"Sudahlah, karena kau sudah mengatakannya, tidak ada masalah dengan proyek ini."

"Asalkan harga dari PT Peaceful tidak terlalu keterlaluan, semuanya masih bisa dinegosiasikan" Reva menghela nafas lega: "kalau begitu, nanti kita kesana sebentar?"

Anya terkikik: "Oke."

"Aku akan menunggumu di perusahaan."

Tidak lama setelah teleponnya diletakkan, tampak Spencer yagn bergegas menghampiri.

Pertama-tama dia mengerutkan keningnya sambil mengedarkan matanya ke sekeliling lalu berkata, "Reva, kantormu ini apa tidak terlalu sederhana?"

"Kau pergi dan lihatlah karyawan karyawan di perusahaan kita. Seorang pemimpin dengan level terendah pun memiliki ruangan kantor yang lebih bonafit."

"Aih pelayanan rumah sakit ini benar-benar tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan asing!"

Reva terlalu malas untuk berdebat dengannya dan mengangguk angguk: "Iya, iya."

Kesombongan Spencer tersalurkan lalu sambil tersenyum dia berkata, "Nanti aku akan memindahkan kau ke perusahaan kami setelah proyek ini selesai ditandatangani."

"Pada saat itu kau juga tidak perlu lagi duduk di kantor yang bobrok ini!"

Reva tersenyum dan tidak tahu harus bagaimana menolaknya.

Tentu saja dia tidak akan pergi ke perusahaan Spencer lagi. Hanya dengan jasa budi Spencer ini saja, kalau Reva pergi ke perusahaannya bukankah itu berarti dia harus siap untuk dimaki hingga mati. Pada saat ini tiba-tiba terdengar sebuah suara dari luar: “Pergi!"

Reva mengerutkan keningnya. Ini adalah suara Devi. Siapa yang telah membuatnya marah?

Pada saat ini terdengar suara Jayden yang sambil terkikik berkata, "Aduhh, nona cantik, kenapa kau jadi

marah?"

"Aku hanya bercanda!"

"Ayo, mari perkenalkan dirimu sebentar."

"Namaku Jayden. Aku baru saja pulangn dari luar negeri. Papaku adalah manajer umum cabang PT Peaceful yang ada di Jakarta."

"Aku tidak terlalu paham dengan situasi di dalam negeri. Bagaimana kalau kau mencari waktu untuk menemaniku pergi berjalan-jalan?"

Reva hanya bisa terdiam. Kenapa Jayden juga ikut kesini?

Apalagi dia juga masih berani menggoda Devi disini. Bukankah ini sama saja dengan mencari mati?

Dan benar saja, suara tamparan yang kencang terdengar dari luar pintu diikuti dengan omelan marahnya Devi: "Aku tidak peduli kau datang darimanal" "Keluar dari sini sekarang juga! Jangan sampai aku melihatmu lagi!"

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report