Bab 408 Ditakdirkan Lebih Rendah Dibandingkan Orang Lain

“Ya, benar.”

Ardika menganggukkan kepalanya.

Farhan segera membungkukkan badannya dan berkata, “Tuan Ardika, selamat datang di kantor polisi kota cabang selatan untuk mengawasi kerja kamil

Melihat pemandangan itu, Gibran langsung gugup setengah mati.

Ekspresinya juga berubah menjadi pucat pasil

Sebenarnya apa identitas pemuda itu sampal–sampal atasanku sehormat itu padanya?!”

Desi juga membelalak kaget, seakan–akan baru pertama kall mengenal menantunya,

“Pak Farhan nggak perlu sesungkan ini, aku bukan datang untuk mengawasi kerja kallan.”

Ardika berkata dengan acuh tak acuh, “Mungkin adik Iparku melakukan sedikit kesalahan dan dibawa ke kantor polisi kalian. Gibran yang merupakan wakil ketua di sini beranggapan keluarga kami nggak punya latar belakang apa–apa. Dia menghubungi kami ke sini, tapi dia bahkan nggak mengizinkan kami untuk masuk ke dalam gedung kantor polisi, juga nggak mengizinkanku untuk bertemu dengan adik iparku. Tanpa bukti konkret, dia mengatakan adik iparku sudah melakukan tindak kekerasan pada orang lain dan meminta kami memberikan kompensasi sebesar satu miliar untuk menyelesaikan masalah ini. secara baik–baik.”

“Aku hanya ingin tanyakan pada Pak Farhan, apa penduduk blasa yang nggak punya latar belakang apal pun ditakdirkan lebih rendah dibandingkan orang lain, sampai–sampai nggak berhak untuk mengetahui

kebenaran?!”

Walaupun suara Ardika tidak keras, tetapi aura kuat dan menakutkan di balik ekspresi tenangnya seolah bisa membuat semua orang bergidik ngeri.

Dalam sekejap, Farhan langsung berkeringat dingin.

“Tuan Ardika salah paham, nggak ada peraturan seperti itu di kantor polisi kami. Hanya segelintir orang

yang bertindak sembarangan!”

Selesai berbicara, dia menoleh dan memelototi Gibran. “Gibran, nyalimu benar–benar besar! Siapa yang memberimu wewenang melarang orang yang datang untuk menyelesaikan masalah memasuki gedung kantor polisi? Siapa juga yang memberimu wewenang untuk memeras mereka?!”

“Pak Farhan, aku

aku ….

Begitu kata–kata itu keluar dari mulut Farhan, Gibran juga tidak tahu harus berkata apa lagi.

“Tuan Ardika, maafkan aku, aku nggak tahu….”

Dia menatap Ardika dengan tatapan panik.

“Pak Farhan, kalau begitu, apa sekarang aku sudah bisa masuk untuk menemul adik iparku?”

Ardika malas mendengar penjelasan Gibran, dia langsung menyela ucapan pria itu.

“Tentu saja boleh, aku akan membawa Tuan Ardika masuk ke dalam.”

Farhan memelototi Gibran sekali lagi, baru memimpin Jalan, membawa Ardika dan yang lainnya masuk ke dalam gedung kantor polisi.

Sambil berjalan masuk ke dalam, Luna bertanya dengan volume suara kecil, “Ardika, apa yang terjadi? Kenapa Pak Farhan kelihatan sangat takut padamu?

“Dia bukan takut padaku, dia takut pada Sigit,” kata Ardika.

Sigit sudah bagaikan raja neraka di sistem kepolisian Kota Banyuli.

Sebelumnya, karena urusannya, Sigit langsung memecat seorang ketua kantor polisi cabang di tempat.

Hal itu membuat reputasinya sebagai raja neraka makin memuncak.

Begitu menerima satu panggilan telepon darinya, siapa pun pasti akan gemetaran.

“Oh, ternyata Pak Sigit, ya. Nanti kita perlu berterima kasih secara langsung padanya. Dia sudah membantu kita beberapa kali.”

Luna baru menyadari hal itu. Dia tahu Ardika mengenal Sigit.

Saat dia diinterogasi oleh Divisi Investigasi Provinsi kala itu, Sigit juga yang datang membantunya.

Setelah kasusnya terselesaikan, Sigit juga yang mengantarnya dan Ardika pulang.

Ardika hanya tersenyum, dia tidak menyangkal ucapan istrinya.

Tak lama kemudian, mereka sudah melihat Handoko yang sedang dikurung untuk sementara waktu bersama beberapa teman–teman sekolahnya.

“Kak Ardika, akhirnya kamu datang juga! Cepat minta mereka bebaskan aku!”

Begitu melihat kedatangan Ardika, Handoko seperti melihat sosok penyelamat.

Dia bahkan tidak memedulikan ibunya dan Luna, kakak kandungnya.

Melihat pemandangan itu, suasana hati Desi berubah menjadi buruk.

Selain membual, Ardika tidak mempunyai kemampuan apa–apa. Atas dasar apa putranya berpikir bahwa Ardika baru bisa menyelamatkannya?

Namun, mengingat adegan yang mencengangkan di depan pintu kantor polisi tadi, untuk pertama

kalinya dia tetap diam.

ma

“Diam kamu! Kamu jelas–jelas sudah berkelahi, tapi malah mau keluar begitu saja! Paling nggak kamu juga harus dikurung selama beberapa haril”

Luna memelototi adiknya. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah anggota kepolisian yang bertugas mengawasi adiknya dan yang lainnya. “Kalau boleh tahu, apa kondisi korban yang dipukul oleh Handoko sangat parah? Kalau kasus ini dibawa ke pengadilan, apa adikku akan dijatuhi vonis hukuman penjara?”

Anggota kepolisian itu berkata, “Nggak separah itu. Beberapa pemuda terlibat dalam pertengkaran dan perkelahian karena seorang gadis. Mereka yang mulai main tangan, lalu dihajar oleh adikmu. Mereka hanya mengalami luka ringan. Luka ringan yang mereka alami belum memenuhi persyaratan untuk menjatuhi vonis hukuman penjara atas tindakan pemukulan yang mengakibatkan luka ringan kepada adikmu.”

Farhan langsung marah besar. “Gibran, ini yang kamu katakan dengan harus memberikan kompensasi sebesar satu miliar terlebih dahulu baru bisa nggak dijatuhi vonis hukuman penjara?

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report