Menantu Pahlawan Negara by Sarjana -
Bab 417
Bab 417 Saingan Cinta
“Amanda, Luna sudah menjalin hubungan dengan Arka cukup lama. Kamu sendiri juga tahu bagaimana situasi keluarga kami jadi aku belum sempat memberi tahu kalian.”
Desi tidak mengatakan Luna dan Ardika sudah menikah.
Walaupun boleh dibilang situasi saat itu cukup sulit, tetapi kalau mengatakan secara langsung bahwa Luna dan Ardika sudah menikah tanpa memberi tahu adiknya sekeluarga sebelumnya, maka suasana makali bersama ini akan berubah menjadi sangat canggung.
Jadi, sebaiknya nanti saja dia baru memberi tahu mereka.
“Oh, namamu Ardika, ya? Aku adalah bibinya Luna.”
Amanda mengamati Ardika dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, ekspresinya tampak agak canggurs.
Awalnya, dia berencana untuk memperkenalkan seorang pemuda untuk keponakannya.
Hal yang lebih membuatnya canggung lagi adalah dia sudah membawa pemuda itu ke sini, bahkan berada dalam ruangan ini!
“Halo Bibi, halo Paman, halo semuanya.”
Ardika menyapa Amanda sekeluarga. Sebelumnya, Luna sudah memberitahunya nama lengkap mereka.
Doni, paman Luna bekerja di tim khusus, adalah sosok yang pendiam. Jadl dia hanya menanggapi Ardika dengan menganggukkan kepalanya.
Futari dan Hariyo hampir seumuran dengan Handoko, Hariyo bahkan sedikit lebih muda dibandingkan
Handoko.
Futari menyapa Ardika dengan panggilan Kakak dengan sopan dan terkesan jaga jarak
Sementara itu, Hariyo mendengus dingin. Sambil mengamati Ardika dari atas ke bawah, dia berkata, ”
Wajah biasa–biasa saja, selera berpakaian juga nggak bagus. Kalau dibandingkan dengan Kak Xavier.
kamu bahkan nggak mencapai satu persen dari Kak Xavier. Bagaimana caranya kamu bisa
menaklukkan hati Kak Luna?”
Wajah? Selera berpakaian? Ardika memang kurang memahami cara penilaian dan pengungkapan anak muda zaman sekarang.
Dia melirik pemuda yang duduk di samping itu sekilas.
“Kak Xavier yang dimaksud oleh Hariyo pasti dia, “kan?”
Handoko memelototi Hariyo’dan berkata, “Hariyo, kamu jangan berbicara sembarangan! Memangnya apa gunanya wajah dan selera berpakaian? Kak Ardika sangat hebat, dia nggak butuh hal–hal seperti itul
Dalam lubuk hatinya, kakak iparnya adalah sosok yang serbabisa, jadi tentu saja dia tidak bisa terima kakak iparnya direndahkan oleh orang lain seperti itu.
Hariyo juga enggan menyerah begitu saja, dia bersikeras berpegang teguh pada opininya. “Kak Xavier adalah lulusan universitas terkenal dari luar negeri, keluarganya sangat kaya, ayahnya adalah atasan ayahku. Kamu belum pernah melihat betapa luasnya dan megahnya vila milik keluarganya. Aku merasa Kak Xavier baru cocok dengan Kak Lunal”
“Cocok apaan? Luna adalah kakakku, bukan kakakmu. Aku yang berhak menentukan siapa yang lebih cocok dengan kakakku. Kamu hanya berhak menentukan siapa yang cocok dengan kakakmu sendiri!”
Kalau bukan karena ada orang tuanya di sini, Handoko ingin sekali menerjang ke arah Hariyo dan menghajar adik sepupunya itu.
gan itu
Melihat dua bocah itu mulai bertengkar dengan sengit, orang–orang yang berada di dalam ruangan
tidak tahu harus berkata apa.
“Plak!”
Luna memukul bagian belakang kepala adiknya dan berkata, “Kamu juga nggak berhak menentukan siapa yang lebih cocok denganku! Sudahlah, jangan ribut–ribut lagi! Hariyo baru ada kesempatan berkunjung ke Kota Banyuli. Bukankah saat kamu masih kecil, kamu sangat suka bermain dengannya? Kenapa kalian malah bertengkar?”
“Siapa yang suka bermain dengan orang yang matre sepertinya?”
Handoko mendengus.
Saat Hariyo hendak memperdebatkan ucapan Handoko lagi, Xavier menariknya dan berkata, “Kamu nggak perlu memujiku lagi. Latar belakang keluargaku nggak bisa mewakili apa pun. Nggak peduli seberapa banyak uang keluargaku, bukan aku yang menghasilkannya.”
Setelah ditengahi oleh Luna dan Xavier, suasana canggung di dalam ruangan pun menghilang tanpa meninggalkan jejak.
“Xavier, kamu benar. Pantas saja sepulang dari luar negeri kamu nggak bersedia menerima bantuan dari keluargamu, melainkan merintis bisnis sendiri. Hanya dalam kurun waktu beberapa tahun saja, aset perusahaanmu sudah mencapai ratusan miliar. Aku juga berharap kelak Hariyo bisa sehebat kamu,” kata Amanda sambil tersenyum.
Selesai berbicara, dia mengalihkan pandangannya ke arah Luna dan berkata, “Luna, kamu masih ingat Xavier, ‘kan? Ketika kamu masih kecil, kamu membawa adik–adikmu bermain ke tempat kerja pamanmu. Saat kalian sedang bermain, Xavier yang membantu kalian menghajar anak–anak yang menindas kalian.
Luna hanya menanggapi dengan “hmm” singkat. Kejadian itu sudah berlalu sangat lama.
“Luna, setelah belasan tahun berlalu, kita bertemu lagi.”
+15 BONUS
Xavier bangkit dari tempat duduknya, lalu tersenyum dan berkata, “Aku ingat setiap kali liburan, kamu akan pergi bermain ke rumah bibimu. Saat itu, aku sering menanyakan tentang pelajaran darimu. Kala itu, aku sudah merasa kamu sangat pintar dan sangat baik. Sekarang, setelah belasan tahun berlalu,
kamu menjadi lebih hebat lagi!”
“Terima kasih.”
Luna mengulurkan tangannya dan berjabat tangan dengan pria itu sejenak.
Xavier sengaja membahas momen–momen indah Luna, agar memberikan sedikit kesan baik pada
wanita rtu.
Melihat pemandangan itu, Ardika mengerutkan keningnya.
‘Sepertinya Xavier memendam perasaan pada Luna.”
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report