Menantu Pahlawan Negara by Sarjana -
Bab 623
Bab 623 Bermimpi Pun Aku Ingin
“Willam, Keluarga Basagita sudah merupakan keluarga yang menduduki posisi
puncak! Nggak lama lagi, Keluarga Basagita akan menjadi keluarga terkemuka yang memiliki aset puluhan triliun!”
Wulan menyilangkan tangannya di depan dada dan berkata dengan tenang, “Kalau kamu melakukan tugas ini dengan baik, kelak kamu akan memperoleh banyak keuntungan.”
“Oke, aku akan segera melakukan pengaturan!”
Wiliam tidak ragu lagi.
Paviliun Limus didekorasi dengan nuansa kuno.
Suasana di tempat itu cukup hening.
Di bawah pantulan cahaya bulan, lokasi ini sangat cocok untuk membangkitkan
nuansa romantis.
Ardika sangat puas, dia sangat menantikan malam ini.
Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Liander. “Suruh Wiliam, manajer umum Vila Bistani untuk pergi dari sini, ganti manajer umum tempat ini.”
“Kak Ardika, besok aku akan mengirim orang untuk mengambil alih posisinya.”
“Sekarang aku sedang meminta orang untuk memeriksa akun keuangan vila. Selama menduduki posisi sebagai manajer umum, Wiliam cukup bermasalah. Kalau
membiarkannya pergi begitu saja, terlalu mudah untuknya.”
Tokoh nggak penting seperti itu bisa menarik perhatian Ardika.
Liander berasumsi bahwa orang itu pasti sudah membuat Ardika memendam
kebencian yang mendalam, jadi tentu saja dia akan berusaha membuat orang itu. berakhir lebih menyedihkan.
“Oke.”
Ardika memutuskan sambungan telepon.
Kemudian, dia melihat Luna sedang menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan tatapan tidak berdaya.
“Ardika, apa artinya kamu berlagak seperti itu di hadapanku?”
Kebiasaan membual Ardika benar–benar tidak bisa diubah, dia juga sudah malas untuk mengingatkan Ardika.
Ardika juga tidak memberi penjelasan apa pun, dia tersenyum dan berkata, “Sayang, besok kamu akan tahu sendiri.” o
“Aku nggak ingin tahu! Aku hanya ingin makan!”
Luna memutar matanya, lalu berjalan keluar dari halaman mereka.
Kemudian, mereka berdua pergi ke restoran vila yang juga didekorasi dengan nuansa kuno dan memesan beberapa makanan.
Begitu makanan–makanan yang mereka pesan dihidangkan di atas meja, benar–benar menggugah selera.
“Wah! Aroma sup ayam ini sangat menggugah selera! Aku akan meminum sedikit sup terlebih dahulu!”
Perut Luna sudah keroncongan. Dia segera menyendokkan semangkuk kecil sup ayam
dan meminumnya.
Ardika ingin menghentikan istrinya, tetapi apa daya pergerakan istrinya terlalu cepat.
roma su avai
Karena dia merasa ada yang aneh dengan tersebut.
‘Sup ayam ini bermasalah!‘
Namun, Luna sudah meminumnya. Biarpun dia ingin menghentikan Luna, juga sudah
terlambat.
Kilatan dingin melintas di mata Ardika.
Saat ini, seolah–olah ada firasat, diam–diam dia melirik ke satu tempat tak jauh dari meja makan mereka.
Kemudian, dia mengerutkan keningnya.
Dia melihat tiga orang pemuda bertato sedang mengamati Luna dengan lancang.
Ekspresi penuh semangat dan penantian tampak jelas di wajah mereka.
Orang–orang yang menginap di Vila Bistani malam ini adalah petinggi perusahaan.
Tidak wajar kalau tiga orang preman rendahan seperti mereka bisa muncul di sini.
“Benar–benar cari mati!”
Kilatan niat membunuh yang kuat melintas di mata Ardika.
Kemudian, diam–diam dia meminum sebagian besar sup ayam tersebut.
Luna sama sekali tidak menyadari adanya kejanggalan.
Malam harinya.
Selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, Luna merasa kepalanya pusing.
Dengan berbalut handuk, dia duduk di sofa untuk beristirahat.
Wajahnya tampak memerah.
Kulit putihnya seolah memancarkan cahaya berwarna merah muda yang indah.
Dia sudah mempersiapkan diri untuk kejadian malam ini.
Tiba–tiba, dia bertanya dengan volume suara sangat kecil, “Ardika, apa kamu sudah mempersiapkan barangnya?”
“Barang apa?”
Ardika tercengang.
Sebelumnya, dia juga sangat menantikan kejadian malam ini.
Namun, sejak selesai makan, suasana hatinya sudah berubah menjadi buruk.
“Huh! Apa perlu aku katakan dengan jelas? Bukankah seharusnya kamu yang mempersiapkannya?!”
Luna berkata dengan tidak puas, “Kalau nggak ada pengaman, aku nggak akan melakukannya denganmu! Aku belum mempersiapkan diri untuk memiliki anak!”
Ardika langsung mengerti maksud istrinya.
Dia hanya berkata dengan ambigu, “Hmm, nanti baru kita bicarakan lagi, ya. Bagaimana kalau kamu tidur dulu sebentar?”
“Ardika, kamu
Luna memelototi Ardika dengan kesal.
Saat ini, dia merasa malu sekaligus marah.
‘Dia menyuruhku tidur terlebih dahulu?!‘
‘Apa mungkin aku sendiri yang salah mengartikan semua ini?”
‘Kalau benar begitu, aku benar–benar malu setengah mati!‘
Ardika tidak bodoh, dia langsung bisa membaca isi pikiran istrinya.
Dia
segera duduk di samping istrinya dan memeluk istrinya. Kemudian, dia menempatkan dagunya di tulang selangka istrinya dan menghirup aroma tubuh
istrinya.
“Sayang, bagaimana aku nggak menginginkannya? Bermimpi pun aku ingin.”
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report