Ruang Untukmu -
Bad 3
Bad 3
“Tentu saja! Aku akan pergi ke mana pun mama pergi!” si kecil berseri-seri, matanya yang besartampak seperti batu onyx yang berkilau saat mata tersebut melengkung menjadi seperti bulan sabit.Tasya mau tidak mau memikirkan betapa tampannya anak itu. Setiap kali Tasya melihat wajahmungilnya, dia merasakan kenyamanan dan penuh rasa syukur, seolah-olah dia terus-menerus kagumbagaimana dia berhasil melahirkan bayi yang begitu menggemaskan. “Kalau begitu, sebaiknya kitamengemasi barang-barang kita sekarang. Kita akan berangkat ke bandara besok sore.” “Oke!” Si kecilmengangguk, lalu berlari ke kamarnya untuk mengemasi barang-barangnya. Tasya menghela napas.Dia telah tinggal di luar negeri sejak ayahnya mengusirnya dari rumah lima tahun yang lalu. Bukankarena dia tidak ingin pulang namun karena dia tidak punya tempat tinggal. Tasya bahkan tidakmemberitahu ayahnya setelah dia melahirkan anaknya di luar negeri, dan sekarang dia akan kembalike tanah airnya untuk sebuah pekerjaan dan karirnya, Tasya telah memutuskan untuk menemuiayahnya. Bagaimanapun juga, dia tetaplah ayahnya. Tiga hari kemudian, di bandara internasionalTasya mendorong keranjang bagasi. Putranya duduk di atas koper besar di keranjang bagasi, dan diamelihat sekeliling dengan heran. Segala sesuatu mengenai tanah kelahiran mamanya tampak menarikminatnya, dan ada sinar penasaran di matanya yang berbinar. Saat Tasya baru saja melangkah keluardari pintu kedatangan, dua pria berjas berjalan ke arahnya, kemudian menyapanya dengan sopan,“Nona Tasya, kami telah dikirim ke sini oleh Nyonya Prapanca, untuk menyiapkan kendaraan Anda diluar pintu masuk. Jika Anda berkenan—” Tasya mengedipkan mata pada mereka dan berkata dengansangat sopan, “Saya menghargai sikap baik keluarga Prapanca, tetapi saya tidak membutuhkantumpangan, terima kasih.” “Nona Tasya, Nyonya Prapanca benar-benar ingin bertemu dengan Anda,”kata pria paruh baya itu dengan hormat. Tasya tahu bahwa Nyonya Prapanca tidak memiliki niat buruk,tetapi Tasya benar-benar tidak ingin menerima bantuan darinya. “Tolong beri tahu Nyonya Prapancabahwa sudah tugas ibuku untuk menyelamatkan orang lain, dan tidak perlu membalas perbuatan itukepadaku.” Setelah itu, Tasya berjalan melewati kedua pria itu, mendorong keranjang bagasi ke arahpintu keluar. Salah satu pria mengeluarkan ponselnya dan memberi tahu dengan patuh, “Tuan MudaElan, Nona Tasya telah menolak tawaran kami untuk menjemputnya.” Tiga mobil Rolls-Royce
berwarna hitam dengan jendela yang gelap diparkir di pintu masuk bandara. Ada seorang pria yangduduk di kursi belakang Rolls-Royce yang terus menatap pintu bandara, dan dia melihat seorangwanita muda mendorong keranjangnya melewati pintu keluar tepat saat dia meletakkan ponselnya.Wanita itu mengenakan kemeja putih dan celana jin polos. Rambutnya terurai di tengkuknya,memperlihatkan wajahnya yang halus dan cantik. Kulitnya putih, dan sikapnya agak santai saat diamendorong keranjang. Tanpa ragu, kehadirannya di antara kerumunan sangat mempesona. Saat itu,tatapan Elan teralihkan oleh sesuatu, atau lebih tepatnya, seseorang—anak laki-laki kecil yangmelompat dari keranjang bagasi wanita itu. Dia tampaknya berusia sekitar empat atau lima tahun, dandia mengenakan sweter abu-abu dengan celana jogger, rambutnya yang tebal dan lembut menutupidahinya. Dia mungkin masih muda, tapi wajahnya memiliki struktur tulang yang kuat membuatnyasemakin menggemaskan. Pada saat itu, Tasya berjongkok dan membantu si kecil merapikanpakaiannya; dia menatapnya dengan lembut dan memanjakan. Siapa anak itu? Apakah Tasya sudahmenikah? Jika demikian, maka aku tidak perlu menikahinya hanya untuk memenuhi keinginan Nenek.Dengan pemikiran tersebut, Elan memperhatikan ketika Tasya dan anaknya masuk ke dalam taksi.Tidak lama setelah itu, Elan juga pergi. Ketika baru saja mobil berjalan, ponselnya berdering. Elanmelirik nama penelepon dan menyapa, “Hei, Helen.” “Elan, kapan kamu datang menemuiku? Akumerindukanmu.” Suara Helen yang malu-malu merengek. “Aku agak sibuk saat ini, tapi aku akanmenemuimu segera setelah aku ada waktu luang,” jawab Elan dengan suara basnya. “Janji?” Helenbertanya dengan genit. “Ya,” jawab Elan dengan kesabaran yang dipaksakan. Sementara itu, diKediaman Keluarga Prapanca, seorang wanita tua berambut putih sedang duduk di sofa sambilmenyesap tehnya ketika dia mendengar informasi terbaru dari bawahannya. Dia mendongak terkejutdan berkata, “Apa? Tasya punya anak? Apakah dia sudah menikah?” “Menurut penyelidikan kami,ayah anak itu tidak pernah muncul, jadi kami berasumsi bahwa dia memiliki anak di luar nikah.” “Oh,anak yang malang. Menjadi ibu tunggal di usia yang sangat muda…” Hana Prapanca, atau lebihdikenal sebagai Nyonya Prapanca, menghela napas. Rasa bersalah melonjak dalam dirinya saat diamemikirkan tentang petugas polisi wanita pemberani yang telah meninggal setelah mengalami delapanbelas tusukan fatal dari seorang bajingan yang telah mengancam akan menyakiti Elan bertahun-tahun
yang lalu. Nyonya Prapanca baru saja meratapi hal ini ketika sosok berwibawa dan tinggi melenggangke ruang tamu. Dia adalah Elan, dan dia telah kembali dari bandara. “Kemarilah, Elan,” kata Hanasambil memberi isyarat kepada cucunya. Elan segera duduk di tempat duduk di sebelah NyonyaPrapanca dan mulai berkata, “Nenek, Tasya menolak tawaran kita, jadi mungkin aku—” “Aku baru tahubahwa Nona Tasya adalah seorang ibu tunggal yang memiliki anak di luar nikah. Kamu harus merawatibu dan anak yang malang itu, Elan. Itu tugasmu.” Elan ternganga pada wanita tua itu tanpa berkata-kata, tertegun oleh sarannya. Elan mengira bahwa neneknya akan menyerah pada masalah ini, tetapiternyata, neneknya semakin bertekad untuk menjodohkannya. “Nenek, aku tidak harus menikahinya.Kita bisa menggunakan cara lain untuk membalas perbuatan baik ibunya dan menebusnya,” jawabElan dengan tenang, berharap neneknya akan berpikir masuk akal. Namun, saat Hana mendengar ini,Neneknya menatap Elan dengan dingin dan berkata, “Tidak, itu tidak akan berhasil. Kamu harusmenikahi Tasya dan melindunginya serta merawatnya selama sisa hidupnya.” Elan mengerutkankening. Dia tidak berpikir ada kebaikan yang bisa datang dari pernikahan tanpa cinta, tapi Elan bahkantidak bisa menolak saran neneknya karena Elan bertekad untuk membalas pengorbanan ibu Tasyaselama bertahun-tahun yang lalu. “Kamu bahkan tidak bisa membayangkan berapa banyak tusukanyang dialami oleh Polisi Amelia Chandra hanya untuk melindungimu. Banyaknya darah… kejahatanyang mengerikan…” Mata Hana sedih saat dia mengatakan ini. Kemudian, dia mendongak danmenatap cucunya, mengatakan, “Merawat putrinya adalah hal yang harus kamu lakukan. Kamu tidakakan pernah bisa membalas perbuatan tanpa pamrih ibunya, bahkan jika kamu harus menjaga Tasyauntuk selamanya.” Elan mengangguk pelan. “Baiklah, kalau begitu aku akan menjadikannya sebagaiistri.” Tapi ada wanita lain yang tidak bisa Elan abaikan, yang harus dia balas juga. Meski begitu, diabelum punya rencana untuk memberitahu neneknya tentang hal ini, dan dia tahu bahwa bahkan jikadia memberitahunya, itu tidak akan menghalangi neneknya untuk memaksanya menikahi Tasya.“Tasya punya seorang anak,” katanya. Itu menjadi bumerang baginya karena neneknya tampaksenang dengan berita itu. “Benar! dia seorang anak laki-laki kecil, mungkin sekitar tiga atau empattahun. Aku tidak percaya ada seorang bajingan yang meninggalkan mereka begitu saja. Dengarkanaku, Elan—jangan berani kamu menghina anak itu, mengerti?” Elan hampir tidak bisa mempercayai ini.
Dia menatap neneknya, bingung dan berpikir, Apakah ini semacam beli satu gratis satu? AtelirPerhiasan Jewelia adalah sebuah perusahaan tua dan terkenal yang telah diakuisisi oleh atasanTasya. Untuk mengembangkan merek tersebut, Tasya—diposisikan menjadi kepala desainer untukGrup Mahkota Ratu—telah dipindahkan kembali ke tanah kelahirannya untuk bekerja dalamperusahaan Atelir Perhiasan Jewelia. Melalui pengaturan yang dibuat oleh perusahaan Atelir tersebut,Tasya ditempatkan di sebuah apartemen. Tasya mendekorasi dan merapikan tempat tinggal barunyasementara putranya tidur, dan dalam waktu dua jam, apartemen itu berubah menjadi tempat nyamanyang sempurna untuk pasangan ibu dan anak itu. Tasya lelah, tetapi dia tidak ingin pergi tidur ketikadia melihat sosok putranya yang tidur sangat menggemaskan. Apapun yang terjadi di kota ini limatahun lalu masih menghantuinya dan membuatnya mual. Pengkhianatan sahabatnya, kejahatansaudara tirinya, dan ultimatum ayahnya yang mengakibatkan dia diasingkan, lukanya terlalu dalamuntuk disembuhkan. Sungguh sebuah keajaiban bahwa Tasya bisa bertahan selama lima tahunterakhir. Dia harus membesarkan putranya sebagai ibu tunggal dan mengambil kursus desain, danselama lima tahun, statusnya perlahan-lahan meningkat dan menjadi kepala desainer. Dia telahbekerja lebih keras daripada orang lain, dan Tuhan telah memberinya keberuntungan yang diabutuhkan untuk sampai pada posisinya hari ini. Tasya memiliki tabungan, putranya, dan pekerjaanyang memberinya kebebasan. Tasya mengambil ponselnya dan melihat nomor ayahnya. Beberapa kaliTasya berpikir untuk meneleponnya, tetapi sesuatu membuatnya ragu. Sudah lima tahun. Aku ingintahu apakah ayah masih marah padaku. Kemudian, Tasya menghela napas. Lupakan.
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report