Ruang Untukmu
Bad 45

Bad 45

Bab 45

Tatapan dingin dan keras, penuh dengan peringatan melintas di matanya. “Tasya, aku tidak akanmembiarkanmu mempermainkan perasaan Nando. Jika kamu sebenarnya tidak peduli padanya,jangan membohonginya.”

Ketika napasnya yang sedikit berasap bertiup di wajahnya, Tasya berbalik dengan rasa jijik danmenjawab, “Aku tidak mempermainkan perasaannya. Kita berteman.”

“Jika kamu hanya ingin berteman dengannya, jangan menggodanya.”

“Kenapa kamu begitu peduli?” tanya Tasya sambil memelototinya keheranan, kenapa dia ikut campururusannya.

Elan mengertakkan gigi dan nadanya dingin ketika menjawab, “Tentu aku peduli.”

“Ini urusanku! Apa pedulimu?”

“Silahkan kamu main hati dengan pria-pria lainnya, tetapi jangan dengan Nando.”

“Kapan kamu melihatku mempermainkan hatinya? Jangan asal bicara tanpa bukti.”

“Baru saja. Aku melihat dengan kedua mataku.” Elan mendengus dingin. Dia tidak buta, dan dia telahmelihat dengan matanya sendiri.

Tasya tak bisa bisa berkata-kata. Bagaimanapun, dia rasa itu hanyalah cara dia dan Nando bergaulmeskipun mereka benar-benar hanya berteman.

“Lepaskan aku…” Tasya kemudian menyadari bahwa dia terjebak di pojokan sempit oleh pria dengannafas yang berat itu.

“Asalkan kamu berjanji untuk menjaga jarak darinya.” Pria itu menatapnya dengan penuh peringatan.

Saat dia berdiri di depan pria ini, Tasya merasa muak. Dia tidak mau menurutinya dan memilihmembuat Elan marah.

“Aku tidak butuh campur tanganmu dalam urusanku dengan Nando.” Tasya mengangkat alisnya danberbicara dengan lantang.

“Kamu mau nikah dengannya?” Elan bertanya dengan tatapan suram.

“Ya, aku akan menikah dengannya. Ada masalah?” Tasya mencibir. Toh tidak masalah juga jika diamenikah dengan Nando.

Menatapnya dengan dingin, Elan merasa wanita yang keras kepala tapi cantik di hadapannya itubenar-benar mengacaukan emosinya. Bahkan, dia kesal karena dia tidak tahu harus berbuat apadengannya.

Tasya tertegun ketika bertatapan dengannya. Apa yang akan dilakukan pria ini?

Tapi tidak mau peduli, jika pria itu berani menyentuhnya, dia akan berteriak.

Pria itu menjatuhkan pandangannya ke alis Tasya, lalu bergerak ke matanya, hidungnya, dankemudian ke

bibir merahnya yang sangat lembut. Bahkan, dia sudah merasakannya, betapa lembutnya bibir itu.

Setelah memandang beberapa detik, tatapan Elan berubah menjadi gelap dan berbahaya.

Begitu Tasya menyadari apa yang akan dilakukan oleh pria itu, dagunya sudah dicubit, dan bibirnyayang tipis sudah ada di bibir Tasya tanpa bisa dihindari.

Pikiran Tasya kosong, dan dia mengutuk dalam hati melihat kegigihan pria itu. Namun, ciuman pria inimemiliki kekuatan yang tidak dapat dijelaskan yang membuat seluruh tubuhnya mati rasa sepertitersengat aliran listrik. Ciumannya sangat mendominasi seolah dia ingin memiliki, membuat Tasyabenar-benar tidak tahan. Selain itu, ini adalah ruang merokok di restoran, bisa saja orang datang danpergi setiap saat. Memikirkan hal itu, Tasya merasa semakin gugup dan bingung.

Pria ini benar-benar mesum…

Tasya mendorongnya dengan keras dengan tangannya, tetapi ditangkap oleh Elan. Semakin Tasyamendorong. semakin liar dia menciumnya dan melilit lidah Tasya dengan lidahnya. Saat merekaberciuman, tangan Elan memeluk pinggang Tasya dengan erat, seolah-olah ciuman itu telahmembangkitkan hawa nafsu pria mana pun…

Pada saat itu, Tasya tersadar. Dengan rasa khawatir, dia menangkap lidah Elan dan menggigitnyadengan keras.

Pria itu seketika melepaskan ciumannya dengan kesakitan, sementara matanya yang berkabutmenatapnya dengan marah. Kemudian, Tasya buru-buru lari darinya dan keluar dari tempat itu. Belumhilang rasa bekas darah Elan di mulutnya ketika dia kembali ke ruang makan. Setelah menarik napasdalam-dalam, dia kembali ke meja tempat Nando duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kemudian,dia mengambil gelas dan meminumnya sekaligus.

Dia sungguh keterlaluan! Ketewatan! Elan, kamu bajingan mesum yang mengerikan!

“Kenapa wajahmu merah, Tasya? Apa kamu demam?” Nando bertanya dengan cemas.

“Aku baik-baik saja. Aku masih ada pekerjaan sore ini, Nando. Aku kembali ke kantor dulu.” Tasyasama sekali tidak nafsu makan.

“Kenapa buru-buru? Kalau begitu aku antar kamu.” Nando segera bangun, menuju kasir, dan berseru,“Kirim tagihan ke Grup Prapanca.”

“Baik, Pak Nando,” jawab Manajer segera.

Beberapa saat kemudian, Elan kembali ke tempat duduknya. Kemudian menatap kursi kosong di mejaseberangnya dengan pandangan yang tidak bisa ditebak.

*Pak Elan, Pak Nando dan Bu Tasya telah membayar tagihan dan pergi.”

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report