Ruang Untukmu
Bab 871

Bab 871 

Ruang Untukmu

Bab 871

“Kamu membutuhkan sesuatu?” Secara otomatis Anita menyilangkan lengannya di dada menyadari diatidak mengenakan kutang.

Raditya melemparkan tatapan angkuh saat memerintah, “Kamu tidak boleh menggunakan kamar mandiumum saat mandi malam.”

Anita menyipitkan mata dan bertanya, “Kenapa tidak boleh?”

Raditya membalas tatapannya penuh curiga itu dan berkata, “Karena mengganggu.”

Perasaan frustasi membuncah di dalam diri Anita. Dia sudah berusaha keras agar tidakmenyusahkannya, dan masih tidak mengerti mengapa laki–laki ini masih saja mengomelinya.

Raditya tidak berbalik dan pergi. Sebaliknya, dia diam sejenak sebelum berkata, “Maaf saya sudahbersikap keras padamu hari ini.”

Anita berkedip, sangat tidak menyangka dengan permintaan maafnya yang mendadak itu. Saat tersadarkembali, dia mengalihkan pandangannya dan berkata, “Permohonan maaf tidak diterima.”

“Kamu ingin mendaki gunung, bukan? Bersiaplah tepat jam 6 pagi besok dan saya akan temani kamumendaki,” kata Raditya.

Jiwa kompetitifnya muncul saat membalas, “Kamu kira saya mundur dari keinginan itu.”

“Kita bertemu di gerbang masuk. Jangan terlambat.”

“Tentu tidak,” ucapnya.

Raditya berbalik dan pergi begitu Anita menutup pintu kamarnya. Dia melirik jam dan menyadari sudahhampir pukul 11 malam. Saya harus tidur sekarang, atau saya tidak akan bangun tepat waktu dan tidakakan pernah mendengar akhir cerita ini!

Kemudian dia membenamkan dirinya di ranjang, tetapi pikirannya masih berkutat pada permintaaf maafRaditya dan beberapa kejadian sebelumnya. Kalau diingat–ingat, sebetulnya memang dirinya yangbersalah. Bagaimanapun juga, dialah yang marah dan memulaj semua pertengkaran itu.

Dan satu–satunya alasan mengapa dia marah adalah mengetahui bahwa selama ini Radityamenjaganya atas perintah orang tuanya. Dengan kata lain, dia sekadar bagian tugas yang harus dijalaniRaditya.

Tawa getir keluar dari mulut Anita saat menyadari kalau ternyata dirinya lebih marah karena hal inidaripada yang seharusnya. Untuk apa saya begitu bersemangat ya?

Dia mencoba menganalisis perasaannya sendiri, tetapi akhirnya tertidur karena bosan.

Hari berikutnya, alarmnya berbunyi tepat pukul 5.50 pagi. Dia tersentak bangun dari ranjang, melemparselimut, dan bergegas ke kamar mandi untuk membasuh muka. Menyebut ruang ini sebagai kamarmandi memang berlebihan, karena lebih tepat disebut kamar basuh dengan ruang

1/3

pancuran yang tak luas.

Tepat pukul 5.59 pagi dia sudah selesai berganti pakaian. Dia langsung keluar dari kamarnya menujugerbang masuk markas, di mana terlihat bayangan Raditya yang tinggi dan tegap sedang berdiri di sana.

Dia berjalan mendekatinya, dan Raditya segera melirik ke jam tangannya. “Kamu terlambat satu menit.”

Pembangkangan mewarnai fitur wajahnya yang halus saat memelototinya dan berkata, “Oke, baiklah,saya terlambat. Apakah kamu akan menghukum saya? Silakan saja, katakan apa yang harus sayalakukan agar bisa menebus keterlambatan ini.”

Raditya menatap gadis yang menantangnya secara terang–terangan ini, dan matanya terpaku pada bibirmerah jambunya. Dia menelan ludah, ekspresinya terlihat sedikit tegas saat berkata, “Ayo, kitaberangkat.”

Anita sudah menunggu hukuman darinya, tetapi ketika Raditya tidak melakukannya, dia merasa sedikitkecewa.

Saat ini, Raditya membawa tas ransel berisi semua yang dia perkirakan akan dibutuhkan untukpendakian. Anita, di sisi lain, memakai topi dan tabir surya, karena sinar UV adalah musuh paling ganasyang akan ditemuinya pada pendakian ini dan bukan medan itu sendiri.

Setelah itu, keduanya mendaki melalui jalur sepanjang sungai kecil yang dilalui mata air pegunungan.Tidak ada jejak kaki ataupun jalur yang sudah dipetakan untuk pendaki baru, membuat pendakian inimenjadi latihan yang sulit–meskipun begitu, yang otentik.

Anita berusaha menyamakan irama kecepatan langkahnya dengan langkah Raditya, tetapi setelahsetengah perjalanan, mulai menyesali keputusannya untuk mendaki. Ya ampun, medannya sulit sekali.Tidak heran Raditya melarangnya mendaki sendiri tadi malam; dia pasti tersesat atau tersandungberkali–kali dan berturut–turut.

Akan tetapi, dia bukanlah orang yang mudah putus asa, dan gengsinya lebih berperan dalam hal itudaripada ambisinya. Dia tidak ingin Raditya menertawakannya setelah omong besar yang dia lontarkansemalam.

Ketika tiba di lereng atau tanah terjal, Raditnya akan mendaki terlebih dulu, lalu berbalik danmengulurkan tangan untuk membantu Anita naik.

Untungnya, tidak butuh waktu lama untuk mereka tiba di areal bebatuan di mana pepohonan tidak begitutinggi, dan semak belukarnya tidak begitu lebat. Dataran di sini ditumbuhi berbagai bunga liar, dan Anitapun berseru penuh decak kagum, “Benar–benar menakjubkan!” Dia memetik beberapa bunga danmembentuknya menjadi buket, kemudian mengendus aroma manisnya sambil mengikuti langkah laki–laki di depannya.

Raditya berjalan di depannya selama beberapa menit sebelum menoleh ke belakang untuk melihatapakah Anita mengikutinya dalam jarak aman. Ketika melihat Anita tertinggal jauh di belakang, diaberhenti sambil bertolak pinggang menunggunya. Dia ke sini bukan untuk mendaki gunung, gerutunyadengan muram. Ini adalah perjalanan lapangan baginya.

“Saya haus,” katanya saat tiba di sisi Raditya, sambil terengah–engah. “Apakah kamu membawa air

minum?”

Raditya membuka tas punggungnya dan mengeluarkan botol minum daur ulang, lalu

ményerahkannya kepada Anita. Dia segera membuka tutup botol itu dan langsung meneguknya, dankemudian menyerahkan botol itu kembali padanya.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report