Ruang Untukmu
Bab 876

Bab 876

Ruang Untukmu

Bab 876

Apakah ibu Anita bisa terselamatkan atau tidak memang menjadi tanda tanya.

Anita berpegangan pada kusen pintu untuk menopangnya berdiri. Dia masih terisak saat menatap laki–laki di hadapannya dengan memelas, dan berkata “Bisakah setidaknya saya menelepon ayah agar tahukondisi ibu saya? Bisa ya?”

Raditya pun mengangguk, merasa lega karena Anita memutuskan memilih untuk menelepon daripadapulang.

Dia baru saja hendak berjalan ke luar ketika kakinya terasa lunglai dan membuatnya terhuyung.Menangkap gejala itu, Raditya langsung menjulurkan tangan untuk menahannya, lengannya melingkardi tubuhnya untuk menopangnya berdiri. Dia melihat wajahnya pucat dan tubuhnya sangat lemah, lalubertanya perlahan, “Apakah kamu cukup kuat untuk berjalan?”

Anita menegakkan tubuhnya saat mendengar pertanyaannya. Dengan punggung tegak, dia melangkahmenuju ruang rapat di mana Raditya dan anak buahnya bekerja. Tindakan ini adalah protes sunyinyaatas ketidaksimpatikan sikap Raditya tadi.

Setibanya di ruang itu, keempat laki–laki yang sedang bekerja di depan komputer memandanginyadengan penuh cemas. Mereka bisa menyimpulkan bahwa Anita menangis dengan melihat matanya yangbengkak dan merah, sehingga semakin merasa khawatir.

“Jangan khawatir, Nona Maldino, ibumu akan baik–baik saja,” ucap Teddy menenangkannya denganlembut.

“Apakah kalian punya video kecelakaan mobilnya?” tanya Anita dengan suara parau. “Saya inginmelihatnya.”

Jodi langsung menutup laptopnya dan melirik Raditya, yang berdiri di pintu dengan lengan menyilang didada. Saat menangkap tatapan tajam mata Raditya, dia berbicara dengan sedikit tergagap, “Ti–Tidakada, kami hanya menerima panggilan telepon tentang peristiwa itu. Tidak ada kiriman video.”

Akan tetapi, Anita tahu bahwa dia berbohong. Sorot matanya tertuju pada laptopnya, dia pun mengitarimeja panjang menuju tempat duduknya. Kemudian, dia menggeser tubuh Jodi dan segera membukalaptopnya, lalu membuka semua berkas di dalamnya. “Tampilkan video itu sekarang juga,” diamemerintah dengan dingin, dengan air mata menggenang di kedua matanya.

Merasa terpojok, Jodi menatap Raditya, meminta bantuan dalam diam. Setelah melihat kondisi Anitayang

tidak berdaya sebelumnya, Raditya pun menghampirinya dan menutup laptop itu, kemudian berkata,“Kita harus menunggu kabar dari rumah sakit.”

Air mata mengalir semakin deras di pipinya saat merenungkan arti kata–kata yang keluar dari mulutRaditya. Apabila dia bersikeras tidak mengizinkannya melihat video itu, maka artinya adalah kecelakaanitu sangat parah dan kemungkinan ibunya selamat sangat kecil.

Dengan berpikir bahwa ada kemungkinan dia tak sempat melihat ibunya lagi untuk terakhir kalinya, Anitamerasa sesak sampai tidak bisa mencerna apapun yang terjadi di sekitarnya. Napasnya pun tersengalsaat kepanikan menyerangnya, dan tiba–tiba semuanya menjadi gelap, kemudian dia jatuh terjengkang.

Teddy, yang berada di sampingnya, menangkapnya sebelum jatuh. “Pak Raditya, dia pingsan!” pekiknya.

Raditya sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Alisnya mengernyit saat berlari di dalam ruang danmenggendongnya, kemudian pergi ke klinik dengan Jodi dan Teddy mengikuti di belakang.

Anita tampak pucat saat berbaring di ranjang klinik dan tubuhnya dingin. Dokter sudah memeriksa danberkata, “Nona Maldino pingsan karena tubuhnya tidak dapat mengatasi keterkejutan yang dialami,tetapi akan pulih kembali setelah beristirahat.”

“Namun dia masih harus menghadapi kenyataan saat siuman nanti!” ucap Teddy sambil menghelanapas.

“Kita hanya bisa berharap ibunya selamat, kalau tidak, dia akan sangat sedih,” ucap Jodi.

Sementara itu, Raditya duduk di ujung ranjang dengan alis mengernyit. Sorot matanya terpaku padaAnita, matanya menunjukkan kekhawatiran yang belum pernah dia tunjukkan sebelumnya.

“Kalian berdua boleh pergi,” perintahnya ke anak buahnya. “Beritahu saya begitu kalian mendapat kabartentang ibunya.”

“Siap. Kami serahkan Nona Maldino kepadamu, Radit,” jawab Teddy, lalu menarik Jodi keluar dari klinikdan kembali ke ruang rapat.

Saat menyusuri koridor, Teddy kembali menghela napas, “Saya berani bertaruh Radit pasti menyalahkandirinya sendiri atas hal ini. Dia berjanji pada Nona Maldino untuk menjaga keselamatan keluarganya,tetapi sekarang, ibunya justru terbaring di rumah sakit karena kecelakaan mobil.”

“Seperti yang saya duga. Saya melihat bagaimana Nona Maldino menatap Radit tadi, dan yakin diasangat membencinya. Apabila terjadi sesuatu pada ibunya, dia pasti akan menyalahkannya seumurhidup.”

Mereka berdua saling beradu pandang, berharap apapun dugaan mereka tidak akan menjadi kenyataan.Hal terakhir yang mereka inginkan adalah Anita membenci Raditya karena kimi mereka merasa Radityamemiliki perasaan istimewa terhadapnya.

Di klinik, dokter memasang selang infus pada Anita, dan kateter dipasang di lengannya dengan jarum.Raditya duduk di sebelah ranjang, posturnya tegak dan kaku saat mata gelapnya terkunci pada gadisyang tidak sadarkan diri itu. Sulit mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, tetapi siapapun bisamelihat kalau dia sangat khawatir.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report