Ruang Untukmu -
Bab 879
Bab 879
Ruang Untukmu
Bab 879
Bahkan setelah kembali ke kamarnya, lengan Anita masih memeluk dirinya sendiri karena perasaantakut dan gelisah masih memenuhi benaknya. Saat itulah dia menyadari pasukan kejam itu relamelakukan apa saja demi lipstik itu.
Orang–orang itu sedang mencarinya ke mana–mana. Kengerian yang dia rasakan semakin kuat setelahkematian ibunya. Dia mengira kalau bahaya sudah menjauh darinya, tetapi rupanya bahaya itu kiniberada di atas kepalanya seperti kutukan kematian.
Jauh di lubuk hatinya, dia berdoa agar tidak ada orang yang terluka atau terbunuh demi dirinya. Diatinggal di kamarnya sepanjang malam, tidak ada selera untuk makan malam. Keesokan paginya, diabangun dengan lingkaran hitam di wajahnya yang pucat.
Teddy orang pertama yang melihatnya. “Selamat pagi, Nona Anita!”
“Selamat pagi,” jawabnya sambil tersenyum.
“Apakah merasa lebih baik?”
“Ya, saya baik–baik saja.” Dia mengalami mimpi buruk sepanjang malam sehingga membuatnya terjaga.Dia menggelengkan kepala karena rasa lelah telah menyerang dirinya.
“Jangan khawatir. Kamu akan aman karena kami akan melindungimu,” jawabnya menghibur.
“Saya tahu,” jawab Anita. Kemudian dia melihat kelompok tertentu sedang berlari kembali dari latihanpagi. Matanya langsung tertuju pada sejumlah sosok tampan, dan Raditya salah seorang di antaramereka.
Dia laki–laki yang sangat menarik perhatian. Bahkan di dalam kelompok yang berisi laki–laki tinggi dantampan, dia tetap memiliki pesona unik tersendiri.
“Pak Raditya suka minum kopi di pagi hari. Bisakah kamu mengantarkan segelas kopi ke kamarnyananti?” Teddy memberi saran.
Ada sesaat lamanya sebelum Anita mengerti maksud dari ucapannya. Memang, dia sudah mencarikesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Raditya, terutama setelah perlakuan burukterhadapnya malam itu. Mereka akan menghabiskan banyak waktu bersamanya, sehingga tidak inginsegala sesuatunya terasa canggung.
“Baiklah. Saya akan mengantar secangkir kopi untuknya.” Dia berterima kasih dengan saran Teddy yangpenuh perhatian.
Teddy merespon dengan gelak tawa sebelum berlalu. Anita kemudian menghela napas panjang sebelummenoleh menatap kelompok laki–laki yang sedang berlatih di bawah terik matahari, dan tanpa sadarterpesona dengan pemandangan itu.
Tak lama kemudian, kelompok itu bubar dan membuatnya kembali ke kenyataan, dan bergegas pergi.
Anita bersembunyi di balik pilar menyaksikan Raditya kembali ke kamarnya. Kemudian dia
mencari kesempatan untuk menyiapkan kopi untuknya.
Walaupun tidak tinggal dalam kemewahan, dapur mereka difasilitasi dengan mesin kopi yang bagusyang Anita tahu cara memakainya. Saat kopinya sudah siap, dia membawanya dengan nampan kekamar Raditya.
Setibanya di depan pintu, dia pun mengetuk. “Masuklah,” jawab suara yang dalam.
Ketika memasuki kamar itu, dia melihat Raditya setengah telanjang. Dan saat sadar tamunya adalahAnita, Raditya buru–buru memakai pakaiannya, menutupi ototnya yang sempurna. Faktanya, diamelakukannya dengan sangat cepat sampai merasa kalau Anita sempat melihatnya lebih lama lagimaka akan jadi bahan ejekan.
Anita panik. Dia tidak menduga kalau Raditya sedang setengah telanjang. Untungnya, dia memakaicelana.
“Maaf. Bolehkah saya masuk?” Dia mengalihkan pandangannya dan menatap lantai.
“Tentu.” Raditya merapikan kemejanya sebelum berjalan ke sofa. Dia memang mengharapkankedatangan anak buahnya, bukan Anita.
Anita menghampirinya dan meletakkan secangkir kopi di atas meja. Namun, panas yang tidak disangka–sangka dari alas cangkir itu menyentakkan tangannya, dan menumpahkan kopi ke atas celana Raditya.
Selain itu, kopinya tumpah di tempat yang tidak semestinya.
“Aah!” dengan cepat Anita bergerak mengambil tisu untuk menyeka kopi yang tumpah di celananya.
Anita dalam keadaan panik sampai lupa di mana tepatnya bagian yang dia sentuh. Dia menyeka, terusmenyeka, dan… Akhirnya sadar apa yang sedang terjadi. Pipinya merona merah saat menatap ke areayang sudah disekanya.
“Maafkan saya. Maaf sekali. Saya sama sekali tidak bermaksud melakukan ini semua.” Dia menatapnyadengan tatapan lugu.
Bibir Raditya terkatup erat dan kerongkongannya menelan ludah. Raditya menatapnya dengan matagelap seakan ada badai di dalamnya.
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report