Ruang Untukmu
Bab 925

Bab 925 

Bab 925

Anita memejamkan mata dalam rasa sakit dan bersandar di bebatuan. Pikirannya berputar–putar saatsuara Ani dan ingatan tentang hubungan yang berkembang antara Anita dan Raditya diputar ulang dibenaknya. Dia merasa kalau dirinya yang harus disalahkan atas segalanya. Lagi pula, seharusnya diatidak tertarik pada Raditya atau merayunya dengan cara yang berbeda. Semua salahnya.

Anita menangis saat angin bertiup ke wajahnya. Puncak gunung berangin, belum lagi dia duduk didærah sepi. Angin dingin awal musim penghujan membuat wajahnya menjadi dingin dan pucat. Diamemeluk lutut, merasa seperti hatinya juga tertutup salju.

Dia hanya ingin kembali ke saat pertama kali bertemu Raditya dan mengulang semuanya. Dengan caraini, dia bisa mencegah dirinya terjerat dalam cinta segitiga. Dia tak akan menatap Raditya dua kali, danmalah akan memberikan restu kepada Ani dan merasa bahagia untuk Ani karena telah menemukan priayang begitu hebat. Saat udara dingin mengelilinginya, dia menahan isak tangis dan merasa dirinyahancur lagi.

Saat itu, Raditya memasuki markas melalui pintu masuk utama. Raditya telah berencana untuk pergi keruang pertemuan, tetapi langkah kaki Raditya secara intuitif mengantar pria itu ke kamarnya. Saat diatiba, dia tidak mengetuk tetapi segera membuka pintu. Dikarenakan Anita sangat suka tidur di sofanya,Anita mungkin saja sudah tertidur dan dia tak ingin membangunkannya.

Namun, begitu dia masuk, dia tidak menemukan siapa pun di sofa atau di kamar. Anita sudah pergi,membuatnya merasa kecewa. Saat dia hendak pergi, dia segera memusatkan perhatian pada sisa–sisatisu yang tergulung di atas meja, serta bekas tisu lain di lantai. Raditya berjalan dan mengambil tisu–tisuitu untuk dilihat lebih dekat. Semua tisu itu basah, namun sepertinya bukan karena menyeka air yangtumpah. Bahkan, tisu itu basah di tengah dan kering di dærah tepi, seolah–olah seseorang telahmenggunakan tisu itu untuk menyeka air mata.

1

Jantungnya berdegup kencang. Apa yang terjadi dengan Anita? Dia segera berbalik dan berjalan keluar,menuju kamar Anita dan mengetuk pintu. Tak ada yang menjawab, yang berarti Anita tidak ada di sana.Ketika dia kembali ke ruang rapat untuk bertanya kepada Teddy dan yang lain, semua mengatakankalau Anita tak pernah ke sana.

“Apa yang terjadi pada Nona Anita, Raditya?”

“Anita menghilang. Cari dia,” perintah Raditya perlahan, karena tisu yang basah itu membuat Radityasangat khawatir. Keempat pria itu segera mengesampingkan pekerjaan dan keluar dari markas,berpencar untuk mencari Anita. Raditya berpikir dalam–dalam sesaat, secara mental menelusuritempat–tempat yang selalu dikunjungi Anita — di samping air terjun, puncak gunung berbatu, dan disekitar lapangan. Raditya akhirnya memilih opsi kedua seolah–olah intuisinya menuntunnya ke arahtersebut.

Anita telah duduk di tengah angin dingin selama setengah jam, wajahnya kini menjadi pucat danrambutnya berantakan. Bahkan bibir merahnya pun telah kehilangan warna, yang membuatnya terlihatsangat lemah. Tubuhnya menggigil kedinginan, tetapi dia tak mau pulang. Dia hanya ingin menetap disini.

Raditya berlari sepanjang jalan yang berkelok–kelok menuju puncak gunung itu. Saat dia tiba danmelihat sesosok orang kurus yang duduk dalam kedinginan, napas pria itu terengah–engah. Hampirseketika, Raditya melepas jaketnya dan mendekati Anita sambil membawa jaketnya. Anita, yanginderanya sudah tumpul karena lemah, tekanan emosional, dan juga angin menderu di sekitar sehinggatidak dapat merasakan keberadaan Raditya di belakang Anita sampai jaket hangat melingkari bahunya.

Di saat itulah, Anita berbalik karena terkejut saat matanya yang bengkak menatap tatapan Raditya yang

tampak khawatir. Jantung Raditya berdegup kencang saat melihat Anita. Lalu, Raditya menggendonggadis itu dari bebatuan dengan agresif.

“Raditya, lepaskan saya.” Anita berjuang keras melawan cengkeraman Raditya, mencobamendorongnya agar

pergi.

Raditya takut Anita akan menyakiti dirinya sendiri dafam keadaan seperti ini, jadi Raditya tak punyapilihan selain menunmkan Anita di tepi batu terdekat. Sementara Raditya berdiri menatap Anita, Anitabalas menatapnya dari posisi itu.

“Ada apa denganmu?” Raditya bertanya perlahan, menatap Anita dengan matanya yang gelap.

Anita menarik napas dalam–dalam. Dia sedikit tersedak ketika berkata, “Raditya, izinkan sayamenanyakan ini — apa tunanganmu itu sepupu saya, Ani?”

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report