Ruang Untukmu
Bad 967

Bad 967

Bab 967

Saat itu, ponselnya berdering dan membuat hatinya berdebar–debar. Dia langsung meraihnya karenabeifirasat baliwa itu adalah panggilan dari Raditya–dan memang benar dari dia.

“Saya ada di depan pintu. Bisakah kita bertemu?”

Degup jantung Anita berpacu, dan segera melompat dan berlari ke balkon dan melihat sebuah mobilterparkir di bawah pohon di luar rumahnya; napasnya seketika semakin berat.

Dia benar–benar ada di sini! Apakah saya harus menemuinya?

Namun, sebelum menemukan jawaban atas dilema yang dihadapinya, ponselnya berdering. Diamendesah dan menjawab telepon itu.

“Turunlah.” Terdengar suara rendah laki–laki itu.

“Sudah malam. Saya harus-

“Kalau begitu, saya yang akan ke sana,” potongnya.

“Tidak! Tidak boleh!” Anita yang terkejut segera menghentikannya.

“Terserah kamu.” Dia mendesak Anita untuk membuat keputusan.

Anita tidak bisa berkata–kata dan bertanya heran, Sejak kapan saya selalu menuruti kata–katanya?

“Pergilah. Saya merasa lelah sekali hari ini. Saya tidak mau bertemu denganmu.” Tetap saja, perasaanbersalah menghantam dadanya dengan kenyataan bahwa pertunangan Ani baru saja batal. Rasanyatidak beradab untuk bertemu dengannya saat ini.

“Kamu punya waktu lima menit,” ucap laki–laki itu sebelum menutup teleponnya. Sebenarnya, tidakada ruang untuk mendiskusikan hal ini.

Anita menatap mobil itu, yang lampu depannya masih menyala, lalu mengigit bibir saking kesal denganleluconnya ini.

Meskipun begitu, akhirnya dia menyerah karena tidak ingin Raditya memanjat jendela lagi. Terlaluberbahaya.

Setelah berganti baju, Anita bergegas menuju lantai bawah di mana Darwanti sedang menonton TV diruang tengah. Dia berbohong. “Ibu, ada teman datang mengajak saya pergi sebentar. Saya akansegera pulang.”

“Siapa? Laki–laki atau perempuan?”

“Percinpuan.”

“Baiklah, hati–hati, sayang. Kamu tahu bukan kalau pergi malam–malam itu berbahaya.”

“Ya. Saya akan pulang sesegera mungkin.” Anita kemudian membuka pintu dan berlalu.

tertuju pada Anita dan tersenyum tipis.

Anita masuk ke bangku penumpang dan bertanya, “Cepat katakan. Saya akan langsung kembali kedalam setelah kita selesai bicara.”

Tiba–tiba, dia menyalakan mesin mobilnya dan Anita pun mengernyit. “Kamu mau bawa saya kemana?”

“Jalan–jalan. Kita cari udara segar.” Raditya memutar kemudi dan mobil pun melesat, tetapi Anita tidakmenghentikannya dan hanya menatap keluar jendela tanpa berkata–kata.

“Bagaimana kabar Ani?” tanya Raditya khawatir.

“Dia baik–baik saja. Dalam waktu dekat ini dia akan pergi berlibur,” jawab Anita.

“Kapan kamu akan memberitahu dia tentang kita?” tambahnya.

“Kita kesampingkan dulu urusan itu.” Anita berbalik untuk meliriknya sekilas dengan wajah memerah.

Raditya juga meliriknya. Meskipun bukan jawaban yang jelas, tetapi itu berarti masih ada kesempatanuntuk mereka berdua.

Keheningan memenuhi mobil; seakan pikiran menguasai kepalanya, dia pun menoleh pada Raditya.Lampu jalan menyorot ke arahnya sehingga memperbesar sosoknya yang menawan. Meskipun hanyamengenakan switer hitam, dia tidak bisa menyembunyikan aura yang menyilaukan sekitarnya.

Anita akhirnya mengerti mengapa Raditya meninggalkan kesan elegan seperti itu terhadapnya–itukarena sikap elegan yang mengalir dalam keluarga dan darahnya. Anita sudah meriset keberadaanibunya, yang terlihat cantik dan anggun dari banyak foto yang tersebar di jaringan. Selain itu, dia jugamenemukan bahwa ibunya memiliki suami.

“Katanya pamanmu adalah wakil presiden negeri ini. Apa benar?”

Dia hanya menjawab dengan bersenandung tanpa ada tambahan apapun.

“Apakah ibumu menikah lagi?” Dia berusaha melembutkan suaranya saat mengajukan pertanyaan ini.

Anita hampir tidak tahu apa–apa tentang Raditya. Selain dia, pengetahuan Anita tentang keluarga danlatar belakang Raditya hampir nol.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report