Menantu Dewa Obat -
Bab 811
Bab 811
Begitu kalimat ini diucapkan, beberapa orang di ruangan itu langsung terperangah.
Mata Anissa melebar: "Aa.. apa?"
"Tidak mau sepeser pun?"
"Lalu apa yang dia mau?"
Reva berkata: "Dia tidak mau apa apa."
"Besok kalian hanya perlu menandatangani surat damainya saja dan tidak perlu membawa apa
Anissa tercengang: "Bag... Bagaimana mungkin?"
"Bukannya waktu itu dia masih mau 1.6 juta dolar?"
"Lału... lalu sekarang kenapa dia tidak mau uangnya lagi?"
apa."
Tentu saja Reva tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya jadi dia hanya bisa menjelaskannya dengan seperti ini: "Orang yang melakukan operasi kepadanya pada malam itu adalah temanku, dekan Bobby."
"Dekan Bobby membantu aku untuk berbicara sehingga akhirnya dia baru berkata bahwa dia tidak menginginkan uangnya."
Setelah itu semua orang baru memahaminya.
Alina mengangguk angguk: "Reva, ada gunanya juga kau bekerja di rumah sakit."
"Terkadang ada baiknya juga mengenal beberapa orang dokter."
"Kau melakukannya dengan sangat baik untuk masalah ini."
Anissa juga sangat gembira dan memuji Reva. Dia tidak lagi bersikap seperti sebelumnya yang selalu tidak menyukai Reva.
Reva tidak peduli dan malas untuk memperhatikan pujian pujian munafik ini. Dia membantu mereka hanya demi Nara.
Setelah mengobrol sebentar lalu Anissa bangkit dan hendak pulang.
Saat ini, Vivi tampak ragu dan galau.
Dia menarik ujung pakaian Anissa dan berkata dengan suara kecil: "Ma, masalahnya belum selesai!"
Anissa tertegun sejenak: "Ada apa?"
"Bukannya sudah dikatakan bahwa besok kita akan menandatangani surat damainya?"
"Kenapa kau bilang masalahnya belum selesai?"
Vivi melitik Nara lalu dengan lembut berkata, "Ma, apa kau sudah lupa?"
"Kak Nara bilang bahwa tidak peduli berapapun hasil negosiasi yang di dapatkan, pada akhirnya dia akan memberikan 1.6 juta dolar kepada kita!" "Uangnya belum diberikan, jadi bagaimana kita bisa pergi?"
Mendengar ucapannya ini, Hana adalah orang pertama yang tidak tahan untuk memaki, "Aihh~ sial, kenapa... kenapa kau begitu tak tahu malu?"
"Semalam telah dinegosiasikan hingga mendapatkan nilai 1.6 juta dolar tetapi keluargamu mengacau dan akhirnya nilainya bertambah menjadi 3 juta dolar. Dan pada akhirnya kau datang ke rumah kami dengan malu
dan meminta bantuan."
"Selanjutnya, keluargaku yang menyelesaikan masalah ini dan sama sekali tidak perlu mengeluarkan uang. Tetapi kau malah meminta uang kepada kami?"
"Selama... selama ini kau di luar negeri benar benar tidak mempelajari apa bagaimana menjadi orang yang berkulit wajah tebal yah?"
apa tetapi hanya belajar
Nara dan Reva juga terpana. Mereka benar-benar belum pernah melihat ada orang yang begitu tak tahu malu seperti itu.
Leher Vivi menegang lalu dengan marah berkata, "Kenapa? Memangnya ucapanku salah?"
"Dia sendiri yang berjanji semalam dengan mengatakan bahwa tidak peduli berapapun biayanya namun pada akhirnya dia hanya akan memberikan 1.6 juta dolar!" "Aku juga tidak meminta lebih, apa salahnya?"
Hana berkata dengan marah: "Omong kosong!"
"Kami memang berjanji memberikan 1.6 juta semalam tetapi apa yang kau lakukan di sini malam ini?"
"Ooh, saat biayanya diatas 1.6 juta, kalian datang mencari kami sambil menangis - nangis dan meminta tolong."
"Sekarang begitu biayanya kurang dari 1.6 juta, kalian langsung berubah sikapnya dan meminta uang itu kepada kami?" "Ada yah orang
orang seperti kalian?"
"Masalah ini juga disebabkan oleh kalian sendiri tetapi malah keluarga kami yang menyelesaikannya dari awal hingga akhir." "Dan ujung
ujungnya, kau masih ingin mendapatkan uang dengan menggunakan kesempatan ini?"
"Vivi, apa kau benar-
benar tidak tahu malu?"
Anissa juga merasa sangat malu: "Vivi, jangan sembarangan bicara!"
"Akhirnya masalah ini sudah diselesaikan, seharusnya kau mengucapkan terima kasih kepada orang lain!"
Vivi tampak tidak puas: "Tetapi semalam kan sudah ditulis perjanjiannya, dia juga sudah janji untuk memberikan 1.6 juta dolar."
"Kalau tidak mampu memberi yang jangan tulis perjanjiannya."
"Sekarang apa maksudnya dengan bersikap seperti itu? Sengaja tidak mau membayar?"
"Makanya kenapa aku bilang, orang-orang di Jakarta ini benar-benar tidak bisa dipegang janjinya!"
Anissa juga sangat marah. Dia langsung menyeret Vivi keluar dari rumah.
"Nara, kalian jangan pedulikan ucapannya."
"Aku akan memberinya pelajaran!"
Anissa meneriakan beberapa patah kata lalu menyeret Vivi pergi dengan tergesa
gesa.
Vivi masih belum puas. Setelah masuk ke dalam mobil, dia masih menjulurkan kepalanya dan berteriak dengan kencang, "Nara, perjanjian yang kau tulis itu masih ada di tanganku!" "Terserah maumu saja..."
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report