Bab 389 Serangan Kejam

“Tutup mulutmu!”

Sambil mengenakan kembali tali pinggangnya, Charlie menoleh dan membentak Vania, sampai–sampal wanita itu gemetaran dan wajahnya pucat pasi.

Dia baru teringat Ardika datang seorang diri.

Bagaimana mungkin dia bisa melawan Charlie dan yang lainnya seorang diri? Mereka semua bertubuh

kekar.

Jangankan menyelamatkannya, mungkin Ardika sendiri juga akan ditahan di sini.

“Ardika, cepat kabur! Cepat lapor polisi, cari Bu Luna dan yang lainnya!”

Mengingat Ardika baru keluar dari rumah sakit jiwa, dia takut Ardika tidak bisa menangani hal ini dengan baik, jadi dia segera memberikan arahan kepada pria itu.

“Dasar wanita jalang! Apa kamu sudah tuli?! Sudah kubilang tutup mulutmu!”

Charlie menoleh ke arah Vania dengan ekspresi ganas, lalu mengangkat lengannya dan hendak menampar wanita itu.

Ardika mengerutkan keningnya, lalu mengulurkan kakinya untuk mengait sebuah kursi.

Hanya dengan sedikit menggerakkan jari–jari kakinya, kursi itu langsung terbang dan menghantam bahu Charlie dengan keras.

“Krak!”

“Piffttt!”

Kursi itu hancur berkeping–keping, sedangkan darah muncrat dari mulut Charlie.

Tubuhnya langsung terjatuh dalam posisi miring ke kanan dan menabrak meja kerja dengan keras.

Sekujur tubuhnya seolah sudah remuk, rasa sakit luar biasa menjalar di seluruh tubuhnya!

Noda darah segar di wajah Vania adalah darah Charlie yang muncrat.

Dia menatap Ardika yang melakukan semua ini dengan mudah dengan tatapan terkejut, seolah–olah baru pertama kali mengenal pria itu.

Beberapa bawahan Charlie menatap Ardika dengan lekat, ekspresi ketakutan terpampang jelas di wajah

mereka.

“Ah….”

Saat ini, saking kesakitannya, Charlie berteriak dengan histeris.

#15 BONUS

Sambil bertopang pada meja kerjanya, dia membalikkan badannya dan memelototi Ardika. “Siapa kamu? Siapa kamu sebenarnya?”

“Aku adalah suami Luna. Aku dengar kamu menindas Istriku?”

Ardika berjalan menghampiri pria itu perlahan–lahan.

“Suami Luna? Kamu adalah menantu idiot Keluarga Basagita itu?”

Charlie menyeka noda darah di wajahnya, lalu berkata dengan marah, “Ya, memangnya kenapa kalau aku menindas Istrimu? Aku bukan hanya menindasnya, selanjutnya aku akan membuatnya mohon padakul Saat itu tiba, aku juga akan memblarkanmu menyaksikannya dengan mata kepalamu sendiri!”

Selesai berbicara, dia melambaikan tangannya kepada bawahannya dan berkata, “Panggil semua anggota kita ke sini!”

Hanya dengan satu serangan Ardika tadi, dia tahu Ardika sangat ahli dalam berkelahi. Hanya dengan mengandalkan beberapa bawahannya yang berada di dalam ruangan ini, belum cukup untuk menghadapi Ardika.

Namun, ada puluhan petarung di dalam gedung ini.

Dengan jumlah orang sebanyak ini, tidak ada gunanya keahlian berkelahi Ardika.

Seorang bawahannya segera keluar untuk memanggil anggota mereka.

Begitu keluar dari ruangan, sekujur tubuhnya langsung gemetaran bagaikan tersambar petir.

“Kenapa kamu masih melamun di sana? Apa kamu sudah tersambar petir? Cepat panggil mereka masuk!

teriak Charlie dengan kesal.

“BosBos… anggota kita

semuanya… semuanya sudah tergeletak nggak berdaya di lantai,” kata bawahan itu dengan terbata–bata. Pada saat bersamaan, dia juga melangkah mundur ke belakang dengan perlahan dan mengangkat kedua lengannya, menunjukkan pergerakan seperti orang yang sudah menyerah.

Charlie baru saja hendak membuka mulutnya untuk memaki.

Namun, baru saja dia membuka mulutnya, dia segera menutup mulutnya kembali.

Pla

melihat bawahannya itu melangkah mundur memasuki ruangan kembali dengan sebilah pisau tajam menempel di lehernya.

Satu orang, dua orang… enam orang.

Enam orang pria bertubuh kekar dengan ekspresi dingin berjalan memasuki ruangan.

Orang–orang itu tidak lain adalah enam orang tentara yang sudah pensiun dipimpin oleh Geri.

“Tuan Ardika, apa yang harus kami lakukan terhadap orang–orang ini?” tanya Geri dengan penuh hormat.

#15 BONUS

Ardika berkata tanpa ekspresi, “Lumpuhkan semuanya.”

Ekspresi Charlie langsung berubah menjadi pucat pasi.

Kilatan tajam melintas di matanya. Tiba–tiba, dia menerjang ke arah Vania, hendak menjadikan wanita itu sebagai sandera untuk mengancam Ardika.

Geri mendengus, lalu melemparkan pisau yang tadinya dia tempel di leher bawahan Charlie ke arah Charlie.

“Pffft!”

Pisau itu tepat menusuk baju Charlie. Dalam sekejap, darah muncrat ke mana–mana.

“Ah! Ah!”

Sambil menutupi lengannya yang terluka, Charlie terduduk ke lantai dan kembali berteriak dengan histeris.

Sementara itu, beberapa orang bawahannya merasakan aura dingin menjalar di sekujur tubuh mereka. Mereka sama sekali tidak berani bergerak.

Ardika melangkah dengan tenang ke arah Charlie, lalu berjongkok dan mengambil cerutu yang tanpa sengaja terjatuh ke lantai.

Ardika memasukkan cerutu yang masih menyala itu secara paksa ke dalam mulut Charlie!

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report