Bab 588 Kamu Tidak Berhak Meminum Teh dari Istriku

“Siapa bilang aku mau memohon bantuanmu?” kata Ardika dengan acuh tak acuh.

Dia tidak menyangka ternyata Luna membawanya datang menemui Llander untuk memohon bantuan

pria itu.

Hal ini benar–benar konyol baginya. Seorang Dewa Perang memohon bantuan pada Liander? Sungguh

konyol!

Ekspresi Luna sedikit berubah.

Karena takut Ardika menyinggung Liander lagi, dia menendang kaki Ardika di bawah meja.

“Mulai lagi, mulai lagi. Jelas–jelas kamu membutuhkan bantuanku.”

Untung saja, Liander tidak mempermasalahkan hal itu. Dia hanya beranggapan bahwa Ardika enggan menurunkan harga dirinya.

Saat ini, seorang pelayan restoran berjalan menghampiri Liander dan bertanya, “Tuan, mau pesan apa?”

Liander tersenyum dan berkata, “Seteko teh, terima kasih.”

Tak lama kemudian, pelayan pun menyuguhkan seteko teh di meja mereka, lalu membagikan tiga gelas di hadapan ketiga orang itu dan bersiap untuk menuangkan teh.

“Tunggu.

Liander mengangkat lengannya untuk menghentikan pelayan itu. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Ardika dan berkata, “Ardika, kalau mau memohon bantuan orang lain, tunjukkan sikap yang benar. Kamu bahkan nggak berinisiatif untuk menuangkan secangkir teh untukku, bukankah

sedikit kurang pantas?”

“Kamu nggak layak.”

Ardika hanya melirik pria itu dengan sorot mata acuh tak acuh dan enggan banyak bicara.

“Aku nggak layak? Bukankah kamu mau memohon bantuanku? Kenapa aku nggak layak menerima

secangkir teh yang kamu tuangkan?”

Api amarah tampak jelas di mata Liander.

Dia bangkit dari tempat duduknya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Luna dan berkata, “Bu Luna,

karena kalian sama sekall nggak bersedia menunjukkan ketulusan kalian padaku, kulihat hari ini kita batalkan saja pertemuan ini.

“Tuan Muda Liander, tunggul‘

Luna memelototi Ardika, lalu segera bangkit dari tempat duduknya untuk menghentikan Liander.

Sekarang dia benar–benar sangat marah pada Ardika, tetapi dia juga tidak bisa memarahi pria itu

sekarang.

Dia hanya bisa berkata, “Tuan Muda Liander, bagaimana kalau aku yang menuangkan teh untukmu?

Liander mengamati Luna sejenak. Tidak tahu kenapa, hatinya malah berdebar–debar,

Wanita di hadapannya ini benar–benar sangat cantik.

Kalau dibandingkan dengan Jesika yang seperti sosok dewi es, wanita di hadapannya ini memiliki kecantikan tersendiri.

“Biasanya teh dilengkapi dengan camilan. Tapi, kulihat teh juga bisa dilengkapi dengan wanita cantik. Kalau wanita secantik Bu Luna yang menuangkan teh untukku, rasanya pasti nikmat!”

Selesai berbicara, Liander duduk kembali ke tempat duduknya.

Dipuji oleh Liander, wajah cantik Luna sedikit memerah. Dia membungkukkan badannya dan mengambil teko itu, bersiap untuk menuangkan teh ke gelas Liander.

Tepat pada saat ini, seseorang mengulurkan lengannya dan menghentikan pergerakan tangan Luna.

“Sayang, sudah kubilang, dia nggak layak menerima teh yang dituangkan oleh kita.”

Selesai berbicara, Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Liander dan berkata dengan dingin,” Liander, kamu nggak layak meminum teh yang dituangkan oleh istriku.”

“Jangankan kamu, biarpun kamu mengeluarkan seluruh aset milik Keluarga Septio Provinsi Aste, kamu tetap nggak layak untuk meminum secangkir teh pun dari istriku!”

“Ardika, kamu sama sekali nggak tahu kekuatan Keluarga Septio Provinsi Aste!”

Ekspresi Liander berubah menjadi sangat muram, dia berkata dengan penuh penekanan, “Bahkan tiga keluarga besar Kota Banyuli saja bisa membuatmu tunduk! Siapa yang memberimu nyali untuk

memandang rendah Keluarga Septio Provinsi Aste?!”

Ardika melirik pria itu dengan sorot mata acuh tak acuh.

고려

*Memangnya Keluarga Septlo Provinsi Aste sehebat apa? Hanya dengan satu panggilan telepon dariku, bahkan Kepala Keluarga Septio Provinsi Aste juga harus datang ke Kota Banyuli dan menuangkan teh untukku dengan patuh!

“Brak!*

Liander benar–benar marah besar. Dia langsung menggebrak meja dan bangkit dari kursinya. “Coba kamu katakan sekali lagi!”

“Plak!”

Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Ardika.

“Ardika, hentikan!”

Luna memelototinya dengan dingin dan berkata, “Aku sudah merendahkan diriku memohon pada orang lain untuk menyelamatkanmu. Kamu bukan hanya nggak kooperatif, kamu bahkan menyinggung Tuan Muda Liander seperti ini! Sebenarnya apa maumu?!”

Ardika mencoba untuk memberi penjelasan kepada Luna. “Sayang, kita benar–benar nggak perlu memohon padanya

Sebelum Ardika selesai berbicara, Luna sudah menyelanya, “Keluar sekarang juga!”

Luna mengulurkan lengannya, menunjuk ke arah pintu dan berkata dengan ekspresi sedingin es, “Keluar sekarang juga!”

Setelah melirik Liander dengan sorot mata dingin, Ardika baru melangkahkan kakinya keluar dari

restoran.

Begitu Ardika pergi, bulir–bulir air mata pun menetes membasahi wajah cantik Luna.

Liander menyodorkan selembar tisu kepada Luna.

“Terima kasih.”

Luna menyeka air matanya, lalu berkata pada Liander dengan mata memerah, Tuan Muda Liander, aku benar–benar minta maaf. Sekarang aku akan menuangkan teh untukmu.”

“Kamu benar–benar menderita punya seorang suami sepertinya.”

Setelah Ardika menerima tamparan keras dari Luna, amarah dalam hati Liander sudah mereda. 8

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report