Bab 29 Mau Ciuman dengan Slapa?
Setelah memastikan bahwa lukisan itu adalah karya asli, Kayla memasukkan lukisan itu ke dalam kotak dengan hati–hati. Kemudian, dia mengeluarkan kontrak yang sudah disiapkan untuk ditandatangani oleh
Raline.
Ketika menandatangani kontrak, Raline tidak lupa mengejeknya, “Siswa berprestasi di jurusan seni yang sebelum lulus sudah bisa menjual lukisan dengan harga 6 miliar, sekarang malah menjadi asisten yang disuruh–suruh. Bagaimana rasanya?”
Bisa dibilang, hal ini adalah noda terbesar dalam kehidupan Kayla yang tidak dapat disingkirkan.
Namun, Raline tetap tidak melihat Kayla marah karena malu, yang terlihat hanyalah ekspresi cuek Kayla
yang menawan.
Kayla tidak mengatakan apa–apa, dia mengambil lukisan itu dan pergi.
Dia berjalan tegak di sepanjang jalan. Setelah masuk ke dalam taksi, Kayla seperti bola karet yang
mengempis.
Perlu diketahui bahwa lukisan itu rusak parah. Dia hanya memiliki sedikit waktu untuk menangani proyek besar ini. Tanpa menunda waktu, dia langsung membawa lukisan itu pulang.
Salah satu ruangan di rumahnya sudah direnovasi menjadi studio.
Kayla membentangkan kertas pelindung di atas meja, lalu menggunakan air untuk meratakan kertas itu. Kemudian, dia meletakkan lukisan kuno yang sudah tidak dapat dikenali itu di atas dan menyemprotnya dengan air hangat bersuhu 50 derajat Celcius.
Proses mencuci lukisan membutuhkan kesabaran. Setelah dia menyelesaikan langkah pertama, langit
sudah gelap.
Getaran ponsel menyela konsentrasi Kayla. Dia melirik layar ponsel….
Theo menelepon.
Matanya tertuju pada lukisan kuno di depannya. Mengingat kata–kata provokatif yang diucapkan Raline
soal kartu kredit yang diberikan Theo
Kayla menjawab telepon, tetapi dia mengernyit sambil berkata dengan kesal, “Ada urusan apa?”
Theo yang berada di ujung lain telepon pun menjawab, “Apa kamu makan obat peledak?”
*Kalau ada urusan, katakan. Kalau nggak, kututup.” Dia hendak menutup telepon, tetapi perintah Theo membuatnya tertegun.
“Turun.”
+15 BONUS
“Apa?” Setelah beberapa saat, Kayla pun tersadar. Dia segera berjalan ke jendela untuk membuka tirai. Memang benar, dia melihat Bentley yang familier di lantai bawah. Theo datang mencarinya.
“Aku masih sibuk. Kalau ada urusan, katakan lewat telepon saja.”
Dia khawatir dirinya akan kehilangan kendall ketika melihat Theo dan menusukkan sepatu hak tingginya
ke wajah Theo!
Di satu sisi, mencari pengacara untuk membuat perhitungan dengan istri, di sisi lain, simpanannya malah memamerkan kartu kredit yang dia berikan. Sungguh tidak tahu diri!
“Ayo pergi makan.” Setelah termenung untuk beberapa saat, terdengar Theo berkata dengan nada main-
main, “Atau kamu mau aku menyeretmu ke restoran?”
Kayla langsung menolak. “Nggak mau, nggak lapar.”
“Ibu yang memesan restoran. Kalau kamu nggak mau pergi, telepon dia.”
Begitu mendengar kata–kata ini, setengah pertahanan Kayla hancur.
Sebelumnya, Evi berharap sesekali mereka akan pergi berkencan seperti pasangan suami istri pada
umumnya. Dia berusaha keras dalam hal ini dan sering memesankan restoran agar mereka berdua bisa
menghabiskan waktu bersama. Namun, dengan sikap cuek Theo, jangankan berkencan, mereka bahkan tidak pernah bergandengan tangan di depan umum.
Soal restoran untuk para pasangan, dia tidak pernah pergi sekalipun. Sekarang, kenapa dia berpura–pura
menjadi anak yang penurut?
Namun, setelah ragu–ragu untuk beberapa saat, Kayla pun turun ke bawah.
Dia belum makan sejak siang. Sebenarnya, saat ini dia sangat lapar, tetapi selain beberapa botol
yoghurt, tidak ada makanan lain di lemari es.
Anggap saja dia pergi mengisi perut!
Restoran yang dipesan Evi adalah restoran yang sangat romantis untuk para pasangan. Lampu redup, cahaya lilin yang berembus di atas meja, alunan musik yang tenang serta privasi tinggi, semuanya
sangat cocok untuk berkencan.
Ketika berjalan masuk dari luar, Kayla melihat beberapa pasangan sedang berciuman….
Tanpa sadar, dia menoleh ke arah Theo, tetapi dia tidak memiliki maksud lain. Kalaupun ada, itu karena
dia merasa canggung.
Ekspresi Theo tampak sangat datar, tetapi ucapannya membuat Kayla ingin menamparnya.
“Kenapa, iri? Mau juga?”
Sembari menahan keinginan untuk menamparnya, Kayla berkata dengan suara rendah, “Mungkin ada
wartawan di sini.”
Para wartawan yang suka menggosip pasti bisa menemukan beberapa skandal tokoh–tokoh penting di tempat seperti ini. Sebelumnya Theo tidak bersedia datang juga karena takut di foto dan pernikahannya
tersebar,
Melihat Theo tidak peduli, Kayla merasa dirinya tidak seharusnya memperingatkan Theo.
Pada akhirnya, dia berpura–pura menghela napas, lalu menjawab pertanyaan Theo, “Lumayan iri, tapi ketika memikirkan pasanganku adalah kamu, aku jadi nggak ingin.”
Agak ingin berciuman denganku, jadi mau berciuman dengan siapa?”
Theo berbalik. Dagunya menegang dan matanya berkedip beberapa kali. Bahkan di tengah cahaya redup ini, Kayla dapat melihat amarahnya dengan jelas.
Ketika dia melontarkan kata–kata ini, banyak orang di sekitar yang mendengarnya dan langsung menoleh ke arah mereka sambil tersenyum nakal.
Kayla tidak ingin membahas topik yang memalukan ini di tengah aula, jadi dia segera mencari tempat duduk.
Dia buru–buru ingin pulang. Setelah duduk, dia langsung mengambil menu dan mulai memesan makanan. Selain itu, dia tidak lupa berpesan pada pelayan, “Tolong lebih cepat.”
Melihat Kayla begitu terburu–buru, Theo pun mengerutkan keningnya sambil berkata, “Kamu reinkarnasi hantu kelaparan, ya?”
Kayla terdiam.
“Hanya nggak ingin bersamamu,” kata Kayla dalam hati.
Dia tidak mengucapkan kata–kata ini. Sembari menunggu makanan disajikan, Kayla membahas isi kontrak perceraian lagi. “Aku akan membayar utang 600 miliar itu.”
Di tengah kegelapan, mata Theo tampak sangat muram. Dia mengulangi kata–kata yang dia ucapkan di telepon. “Atas dasar apa aku memercayaimu?”
Emosi Kayla meluap!
Theo sengaja. Kayla memang sudah berjanji akan membayar utang, tetapi Theo masih menunda perceraian.
“Raline sudah kembali, apa kamu bisa menunggu?”
Theo menjawab tanpa mengangkat kepalanya. “Nggak, makanya cepat bayar utangmu.”
“Aku tetap akan membayar utang meskipun sudah bercerai,” jawab Kayla dengan tenang tanpa melibatkan emosinya. “Lagian kamu nggak butuh uang 600 miliar ini.”
» 15 BONUS
Maksud Kayla adalah, uang tidak ada artinya dibandingkan dengan kebahagiaanmu.
Theo mengangkat matanya untuk menatap Kayla yang cemas. Akhirnya, dia pun berkata sambil tersenyum, “Nyonya Oliver, hanya karena aku nggak kekurangan uang, bukan berarti kamu boleh semena -mena. Siapa yang memberimu keberanian itu? Daripada kamu membuang–buang waktu untuk berdebat denganku di sini, lebih baik kamu pikirkan bagaimana caranya memperoleh 600 miliar secepat
mungkin.”
Mendengar ucapan ini, Kayla menggertakkan giginya dengan marah. “Jangan memanggilku seperti itu!”
Setelah sekian lama menikah, Theo selalu memanggil namanya. Sekarang, mereka akan segera bercerai, Theo malah terus memanggilnya “Nyonya Oliver“, sungguh menyebalkan!
Theo berkata sambil tersenyum sinis, “Nggak mau dipanggil Nyonya Oliver, mau dipanggil Nyonya Warly?
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report