Bab 47 Kenapa, Menyesal?
Raline mengerutkan keningnya. “Kayla, soal ini….”
Saat ini, ponselnya berdering. Telepon ini pasti akan membebaskannya dari masalah!
Dia melangkah ke samping untuk menjawab telepon. Setelah beberapa saat, dia pun berjalan ke hadapan Kayla. “Kayla, maafkan aku. Kejadian hari ini adalah kesalahanku, kerusakan lukisan itu memang berhubungan denganku.”
Kayla bingung mengapa sikap Raline tiba–tiba berubah drastis setelah menerima telepon. Kemudian, Raline menyalakan pengeras suara sambil berkata, “Ulangi perkataanmu.”
Terdengar suara Karin dari ujung lain telepon. “Maaf, Raline. Ketika menumpahkan air, aku sudah
langsung membersihkannya. Awalnya aku Ingin langsung memberitahumu, tapi karena terlalu sibuk, aku jadi lupa. Apa lukisan itu sangat penting?”
Mendengar ucapan ini, Kayla pun mengangkat alisnya. “Kebetulan sekali, Bu Karin menelepon saat aku dan Nona Raline sedang membahas hal Inl.”
Semua orang dapat memahami maksud Kayla.
“Nona Kayla, akulah yang salah. Kalau kamu ingin marah, marah padaku, nggak ada hubungannya
Raline.”
“Sudahlah, lupakan saja.”
Η
Karena Karin sudah mengaku bersalah, Kayla pun tidak melanjutkan perseteruan ini lagi. Hari ini Raline sudah cukup dipermalukan, kalau terus dilanjutkan, orang–orang akan mengasihani Raline.
Sebelum Raline menjawab, Kayla sudah menggandeng tangan Evi dan berjalan meninggalkan Raline.
Mereka pergi menjamu tamu.
Dengan begitu, pertunjukan konyol ini pun berakhir.
Melihat ibu dan istrinya begitu akur, Theo pun hendak menghampiri mereka. Namun, dia tidak sengaja
melihat pandangan Davin …. Sepertinya Davin terus menatap Kayla.
Dia sontak menghentikan langkahnya. “Kenapa, menyesal?”
Davin tersadar dan bertanya dengan kebingungan, “Menyesal apanya?”
“Menyesal karena menolak lamarannya.”
Mendengar ucapan sinis Theo, Davin pun terkekeh. Theo jarang berbicara dengan nada seperti ini padanya.
Davin pun terpancing dan berkata dengan nada main–main. “Setelah dipikir–pikir, memang agak
+15 BONUS
menyesal. Dulu kalau aku mempertimbangkan dengan cermat, mungkin sekarang dia sudah menjadi Nyonya Warly, “kan?”
Davin tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tetapi ketika melihatnya, Theo merasa ada yang berbeda.
Theo menunduk untuk melihat jam tangan yang hampir tertutupi oleh lengan baju Davin. Entah apa yang dia pikirkan, dia tiba–tiba tersenyum. “Kalau begitu, aku harus berterima kasih pada jam tangan ini.”
Davin melirik jam tangannya, lalu bertanya dengan heran, “Ada apa dengan jam Ini?”
Dia melepas jam tangannya, lalu mengamati dengan cermat. Selain mahal, tidak ada yang istimewa dari jam tangan ini.
Kayla yang kebetulan lewat pun mendengar pembicaraan mereka. Terutama kata “jam” ini membuat ekspresinya berubah drastis!
Dia buru–buru melepaskan Evi dan berjalan menghampiri Theo. Karena dia tergesa–gesa dan mengenakan sepatu hak tinggi, dia hampir masuk ke dalam pelukan Theo.
Theo otomatis melingkarkan lengannya di pinggang Kayla agar Kayla tidak jatuh.
“Hari ini adalah pesta ulang tahun Ibu, mana boleh kamu membiarkan kami pergi menjamu tamu?”
Ketika Kayla mendongak untuk berbicara, napasnya yang berbau alkohol pun mengenai dagu Theo.
Theo sedikit menundukkan kepalanya dan melihat bibir merah Kayla yang lembap. Selain itu, di bawah
penerangan cahaya, bibir Kayla tampak sangat menawan.
Sebelum Theo menjawab, Kayla sudah menggandeng lengannya dan menariknya pergi ke tempat lain.
Orang–orang ya
yang melihat adegan ini pun mengira Kayla sedang menggoda Theo dan Theo adalah
suami yang penurut.
Namun, sebenarnya….
Lengan Theo hampir memar karena cubitan Kayla.
Theo mengenakan dua lapis pakaian, bisa dibayangkan betapa besar tenaga yang Kayla gunakan.
“Kalau kamu berani menyebut jam itu lagi, aku akan menghabisimu.”
Kayla memalingkan wajahnya agar orang lain tidak bisa melihat ekspresinya. Setelah itu, dia menggertakkan giginya sambil melontarkan kata–kata kasar!
Theo hanya diam sambil menyipitkan matanya.
Melihat Theo diam, Kayla mengira dia berhasil mengancam Theo dan makin percaya diri. “Sudah dengar?”
“Nyonya Oliver.” Pria itu berkata dengan suara serak, “Bedak di wajahmu mengenai pakaianku.”
Kayla tertegun dan buru–buru melangkah mundur. Dia pun terlepas dari pelukan Theo.
Karena kulitnya bagus dan cerah, penata rias hanya mengenakan riasan tipis padanya. Namun, hari ini Theo mengenakan jas hitam sehingga sedikit noda putih saja dapat terlihat jelas.
Kayla terdiam selama beberapa detik, lalu mengubah ancaman itu menjadi nasihat. “Kalau kamu ingin menikah lagi, sebaiknya kamu diam. Mengungkapkan hal ini hanya akan mempermalukan dirimu sendiri, bagaimanapun keluargaku hanyalah keluarga biasa.”
“Aku punya uang, siapa yang berani mengkritkku?”
Theo menyatakan realita yang tidak dapat dibantah oleh Kayla. “Soal menikah lagi, khawatirkan dirimu
sendiri. Selain miskin, kamu juga sudah tua.” Kata–kata ini sungguh membangkitkan amarah.
Pada saat ini, Kayla emosi hingga tidak bisa berkata–kata. Dia terdiam untuk cukup lama.
Theo pun tidak mengalihkan topik pembicaraan. Dia melirik ke arah Davin yang sedang mengobrol
dengan seseorang sambil berkata, “Kamu nggak ingin aku mengungkit hal itu?”
“Ya,” jawab Kayla dengan kesal.
“Kalau begitu, clum aku.”
Kayla mengangkat kepalanya dengan kaget. Dia membelalakkan matanya dan melihat Theo sedang
menatapnya. Di bawah penerangan cahaya, wajah tampan Theo tampak makin menawan.
Theo mulai merasa canggung. Dia mengatupkan bibirnya sambil berkata, “Jangan berpikir yang aneh-
aneh, Ibu sedang melihat kita, cuma formalitas.”
Kayla berbalik dan melihat Evi sedang tersenyum padanya…
Hmph, dia memang dilahirkan untuk menjadi aktor. Bisa–bisanya begitu sadar “kamera“.
Setelah termenung untuk beberapa detik, Kayla pun berjinjit dan tangan Theo masih melingkar di pinggang Kayla. Kayla melangkah maju untuk merangkul tangannya dengan lembut hingga
menimbulkan gejolak aneh di hatinya.
Ketika Kayla mendekat, Theo dapat mencium aroma manis yang lembut dari tubuh Kayla.
Namun, Kayla tidak mencium bibirnya, Kayla hanya melewati wajahnya dan mendekat ke telinganya untuk berbisik, “Jangan mimpi.”
Theo tidak menyangka Kayla yang berpendidikan akan mengucapkan kata–kata kasar seperti itu. Wajahnya sontak berubah muram dan ketika dia hendak memarahi Kayla, Kayla sudah mundur
beberapa langkah.
Sikap Kayla seolah–olah sedang mengejek Theo. “Aku akan menemani Ibu pergi menyapa tamu.”
Pergi setelah mempermainkannya?
+15 BONUS
Bagaimana mungkin Theo membiarkan Kayla pergi begitu saja. Dia langsung mengulurkan tangannya untuk menarik Kayla, lalu menundukkan kepalanya untuk mencium Kayla.
Bagaimanapun, ini adalah tempat umum. Jadi, dia tidak bertindak kejauhan dan hanya mengecup ringan. “Jangan mimpi, hah?”
Apa yang perlu dimimpikan? Ini hanyalah hal mudah.
Kayla tercengang. Dia merasa Theo sedang mengumpatnya!
“Theo
Terdengar suara kaget Raline. Dia seolah–olah baru melihat adegan yang mengejutkan hingga suaranya menjadi gemetaran dan penuh dengan ketidakpercayaan.
Biasanya, Theo selalu menahan diri. Jangankan berciuman di depan umum, bahkan berpegangan tangan pun tidak pernah Theo lakukan. Dia adalah tipe orang yang sangat mementingkan citranya.
Setelah dipikir–pikir, selama dua tahun Raline berpacaran dengan Theo, satu–satunya interaksi mesra yang pernah mereka lakukan hanyalah berpegangan tangan.
Awalnya Kayla marah karena ditindas oleh Theo, tetapi setelah melihat Raline, suasana hatinya jauh membaik. Dia bahkan mengulurkan tangannya untuk merangkul leher Theo, lalu mencium Theo!
Ciumannya lebih dari sekadar kecupan ringan. Ujung lidahnya mengenai bibir Theo dan bahkan
mencoba untuk membuka celah di antara gigi Theo….
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report