Ruang Untukmu -
Bab 101
Bab 101
Bab 101
“Apa maksudmu? Tadi malam kamu membelai wajahku dan menciumiku, jadi bukankah kamu jugaseharusnya menjaga dirimu sendiri?” Elan bertanya dengan suara serak karena mengingat
Tasya cukup agresif tadi malam.
Suva
SU
enam
Tasya tersipu saat dia berusaha untuk menjelaskan. “Tadi malam… i-itu bukanlah diriku sendiri. Akutidak ingat apa-apa tadi malam.”
Pria itu mendengus. “Oh, benarkah? Maukah aku membantumu untuk mengingatnya?”
“Tidak,” Sebelum Tasya menyelesaikan perkataannya, pria itu sudah membuat keputusan untuknya.Bibir tipis Elan mulai menyentuh bibir merahnya dengan paksa. Seketika, pikirannya menjadi kosong.Jika pria ini ingin menciumnya, maka seharusnya bilang saja, daripada banyak alasan
Namun, untuk beberapa alasan, setiap kali pria ini menciumnya, awalnya Tasya akan panik danmelawan, dan dia kehilangan akal sehatnya, karena pria itu terus melakukannya. Saat wajah dantelinganya menjadi merah tua, Tasya hampir bisa merasakan kebahagiaan saat berciuman.
Tidak… Tasya benar-benar menolak untuk mengakui bahwa mencium Elan akan sedikitmenyenangkan. Akhirnya, selain ciuman itu, Tasya juga merasakan ada sesuatu yang bahaya dari priaitu.
Tasya mulai panik, karena jika dia membiarkan Elan melanjutkan, Tasya tidak bisa memikirkanakibatnya.
“Mm …” Tasya mulai memukul punggung Elan dengan tangannya, tetapi Tasya merasa bahwapunggung Elan begitu keras sehingga tangannya menjadi sakit sendiri.
Elan melepaskan ciumannya, tapi dia tidak bangun untuk melepaskan Tasya. Sebaliknya, Elanmengagumi wanita dengan rambut acak-acakan yang terbaring di lengannya, karena dia tampakseperti peri yang memukau. Namun, ketika Elan ingat bagaimana si brengsek itu memperlakukanTasya dengan cara yang sama, Elan merasakan dorongan untuk membunuh muncul di dalam hatinya.
Entah bagaimana, Tasya merasakan sakit di kulit kepalanya, dan dia menyadari bahwa helaianrambutnya tersangkut pada kancing kemeja pria itu. Pria itu juga menyadarinya, jadi dia menundukkankepalanya dan menatap Tasya dengan tatapan licik. “Lepaskan sendiri.”
Kulit kepala Tasya menjadi mati rasa karena begitu sakit. Segera, dia mulai menarik rambutnya, tetapihelaiannya tidak mau terlepas dari kancing pria itu, sehingga Tasya harus membuka kancing baju Elanuntuk melepaskan rambutnya,
Tasya hanya bisa tersipu malu saat dia membuka ketiga kancing kemeja Elan. Dalam sekejap,pandangannya sudah dipenuhi oleh dada pria itu yang berwarna madu. Tasya buru-buru mengalihkanpandangannya, dia menolak untuk melihat.
“Apa kamu suka dengan tubuhku?” pria itu bertanya dengan nada menggoda.
“Tidak.” Tasya menjawab dengan penuh keraguan.
“Bagian mana yang tidak kamu sukai?” Pria itu terus bertanya dengan posisi masih di atas Tasyasambil menyipitkan matanya.
Napas Tasya berhenti sejenak, karena dia merasa topik ini tidak cukup menyenangkan. Diamenggertakkan gigi dan berkata, “Semuanya. Lepaskan aku.”
Tiba-tiba, Elan menekannya, membiarkan Tasya merasakan sensasi tubuhnya. Elan bertanya lagidengan suara serak, “Apakah kamu yakin?”
Kegilaan Tasya menjadi semakin meningkat. Dia pun mendorong Elan dengan paksa sebelumakhirnya Elan membebaskan Tasya dari tekanan tubuhnya. Pria itu duduk, warna sugestif masihmelekat di wajahnya yang tampan.
“Baiklah, kita harus kembali ke kantor.” Tasya membiarkan rambutnya terurai, memulihkan auranyasebagai wanita profesional.
Elan yang berada di belakang Tasya segera mengambil ponselnya dan mengikuti Tasya keluar. Dilantai bawah, Nando sudah pergi dengan hati yang hancur. Elan mengantar Tasya kembali ke kantor.Sepanjang jalan, Tasya tidak mengajak Elan mengobrol, tetapi dia membuat catatan pada dirinyasendiri untuk tidak pernah membiarkan pria ini masuk ke rumahnya lagi.
“Hasil ajang kompetisi perhiasan akan keluar besok. Apa kamu semangat?” Elan menoleh untukbertanya pada Tasya.
Tentu saja Tasya gembira. Dia sangat ingin memenangkan hadiah uang tunai yang besar itu, tetapi diatidak ingin pria ini mengetahui perasaannya.
“Aku bisa bilang apa? Sainganku sangat berbakat semuanya, jadi aku mungkin tidak bisamemenangkannya.”
“Lebih percaya diri dan antisipasi saja,” kata pria įtu penuh arti.
Tasya tidak terlalu memikirkan ucapannya. Pada saat itu, dia hanya ingin kembali ke kantor sesegeramungkin.
Saat itu, ponsel Elan berdering, dan layar menunjukkan bahwa peneleponnya adalah Helen. Tasyamengerutkan kening, agak sebal ketika dia ingat apa yang telah dilakukan pria itu padanya barusan.
“Elan, aku memperingatkanmu. Aku benci Helen, dan aku lebih benci saat kamu menyentuhku. Tasyamenoleh, tidak mempedulikan kenyataan bahwa Elan adalah pimpinannya.
Elan sedikit mengerutkan dahinya, tapi dia tidak mengangkat telepon dari Helen.
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report