Ruang Untukmu -
Bab 102
Bab 102
Bab 102
Tasya tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menckan layar sentuh, menjawab panggilan untuk Elan.Elan menoleh dan menatapnya, tapi Tasya hanya balas menatap dengan gembira.
“Halo Elan, aku di kantor sekarang. Kenapa kamu belum datang?” Suara manja Helen terdengar.
“Aku sedang dalam perjalanan,” Elan menjawab dengan suara pelan.
“Baiklah, aku akan menunggu!”
“Baiklah.”
“Kamu tidak melupakan hadiah untukku, kan? Itu salahmu karena kamu tidak menemaniku tadimalam,” kata Helen manja.
Tasya mendengarkan tanpa ekspresi apa pun, sementara Elan meliriknya, lalu memberi tahu Helen,“Kita akan bicara lagi saat aku kembali ke kantor.”
Kemudian setelah itu, Elan menutup telepon. Tasya menyadari betapa cepatnya Elan mengakhiripanggilan teleponnya, jadi Tasya tiba-tiba mencibir. “Apa ada sesuatu yang seharusnya tidak boleh akudengarkan?”
“Kami hanya berteman biasa,” Elan menjelaskan dengan suara pelan. Sejak Elan bertemu denganHelen, dia menjaga jarak tertentu di antara mereka berdua, karena Elan hanya ingin berteman biasasaja dengannya. Selain itu, Elan tidak ingin punya pikiran lain tentang Helen.
Tatapan Tasya menjadi dingin, rasa jijik terlihat di matanya. “Jangan pernah menyentuhku lagi.”
Kepanikan melintas di mata Elan. “Tasya, aku tidak bisa mengubah apa yang terjadi di masa lalu.”
“Semua yang disentuh Helen najis bagiku.” Kali ini, Tasya mengatakannya dengan suara lantang danjelas.
Setelah mendengar tuduhan Tasya, ekspresi Elan luruh. Dalam perjalanan kembali menuju kantor,Tasya mengabaikan Elan, dan ekspresi Elan juga mengerikan. Sepertinya kata-kata Elan mungkintelah membuat Tasya gugup.
Mobil baru saja berhenti di tempat parkir lantai bawah tanah ketika Tasya membuka pintu dan segerapergi. Elan mengikuti di belakangnya, dan ketika pintu lift hampir menutup, Tasya tidak berinisiatifuntuk membukakan pintu lift itu untuk Elan. Dia tidak ingin berada di dalam tempat yang sama denganpria itu, tetapi lengan ramping pria itu masih dapat mencapai pintu lift. Merasakan ada objekmenghalangi sensor, pintu lift pun terbuka lagi dan Elan pun masuk. Tasya merasa ada aura yangmenekan di sekelilingnya, seolah-olah Elan adalah pedang tajam yang siap menghunus.
Tasya menyilangkan tangannya dan bersandar pada dinding lift. Dia bisa melihat tatapan Elan yangtajam menusuk dari cermin di depannya, setajam binatang buas yang meringkuk di dalam hutan.Matanya berapi-api saat melihat Tasya.
Akhirnya pintu lift terbuka. Tasya berjalan melewati Elan untuk pergi, tetapi pria itu memelukpinggangnya dan berbicara di telinganya dengan gigi terkatup. “Tak peduli seberapa kotornya
aku bagimu, kamu tidak boleh membenciku.”
Tasya melepaskan diri dari cengkeraman Elan dan meninggalkan lift, dia mendenguskan napasnya.Aku akan tetap membencimu. Kenapa memangnya?
Keuka Elan kembali ke ruangan kantornya, Helen sudah duduk di sofa menunggunya. Helen sudahberdandan rapi untuk acara itu, dan dia memang lebih cantik dari biasanya. Semua yang dia kenakanitu bermerek, dan dia telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk riasannya juga.
Bagaimanapun, Elan tidak peduli. Seorang wanita yang bisa menarik perhatiannya akan lebih baikdaripada dia hanya terlihat cantik di luarnya saja; wanita itu juga harus memiliki pesona tersendiri untukmemikat hatinya.
“Kamu di sini, Elan.” Perasaan cinta dan kekaguman terpancar dari tatapan Helen saat dia bangkit darisofa untuk menyambut Elan.
Elan mengangguk, lalu menelepon Roy lewat interkom. “Bawakan hadiahnya.”
Mata Helen jelas menampakkan kekecewaan. Kenapa? Kenapa Elan tidak pergi sendiri untukmemilihkan hadiah untukku? Kenapa Elan harus meminta asistennya untuk melakukan pekerjaannya?
Segera, Roy masuk dengan satu set perhiasan sebelum menyerahkannya kepada Helen. “NonaHelen, apakah ini sesuai dengan keinginan Anda?”
Helen membuka kotak itu untuk melihat satu set perhiasan yang terdiri dari tiga buah perhiasan, daridesain serta berliannya benar-benar menakjubkan. Pada akhirnya, dia mengerutkan bibirnya lalutersenyum. “Aku menyukainya, terima kasih,”
Helen menoleh ke belakang untuk melihat Elan yang sedang melamun, dia benar-benar mengabaikankeberadaan Helen.
“Elan, aku memesan tempat di restoran malam ini. Ayo makan malam bersama!” Helen mengambilinisiatif untuk mengundang pria itu, tetapi pria itu mengangkat alis dan menolak. “Helen, aku ada janjimalam ini. Aku tidak bisa membatalkannya.”
“Tapi aku benar-benar ingin makan malam denganmu,” Helen meminta dengan tatapan memohon
“Aku harus bertemu klien yang sangat penting malam ini, jadi aku tidak bisa membatalkannya. Kitaakan lakukan lain kali saja, ya?” Meskipun kata-katanya terdengar biasa saja, saat Elan mengucapkan,
suaranya membawa kekuatan yang tak terbantahkan.
Tidak ada yang berani menentang keinginannya.
Helen menggigit bibir merahnya, tapi dia hanya bisa mengangguk sedih. “Baiklah, jika itu yang kamukatakan.”
Previous Chapter
Next Chapter
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report