Menantu Dewa Obat

Bab 641

Di kantor RS

5 mutiara

Dengan tak berdaya Reva berkata, "Sudahlah, kau jangan menangis lagi."

"Kau sudah menangis selama satu jam lebih demi masalah ini, menyebalkan sekali sih?"

Devi menyeka matanya yang memerah dan bengkak. "Kau sudah tahu tentang situasi mereka waktu itu lalu mengapa kau tidak memberitahuku?"

"Kau... kau melihat aku yang memakinya seperti itu tetapi kau tetap tidak menghentikan aku."

"Sekarang aku ingin minta maaf padanya tetapi aku sama sekali tidak bisa menemukan siapapun!”

Reva: "Aku sudah menghentikanmu saat itu tetapi kau tidak mau dengar."

"Dan juga kau hampir marah denganku gara-gara hal ini, lalu aku bisa apa?"

"Dan

Wajah Devi memerah. Dia teringat dengan apa yang dikatakan Reva kepadanya waktu itu dan dia semakin merasa malu lagi.

"Bagaimana aku bisa tahu apa yang terjadi dengannya!"

"Aku hanya melihat bahwa dia menipu orang, jadi... jadi aku ingin menghalanginya!"

"Apa aku harus diam saja saat melihat orang lain menipu?" ujar Devi.

Reva menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak bilang kau harus diam saja. Tetapi karena kau adalah anggota keluarga Tanaka maka saat melakukan sesuatu di luar sana kau harus memikirkan reputasi keluarga Tanaka."

"Tidak peduli apapun yang akan kau lakukan, lebih baik dipikirkan kembali sebelum bertindak."

"Kalau tidak bukan hanya reputasimu sendiri saja yang akan hilang tetapi reputasi seluruh keluarga Tanaka juga akan hancur!"

Devi memikirkannya dengan seksama lalu dengan sungguh-sungguh mengangguk, "Kak Reva, kau benar."

45%

"Aku ini terlalu pemarah jadi saat melakukan sesuatu hanya mengikuti emosi dan tidak berpikir lagi."

"Aku tidak akan pernah mengulanginya lagi!"

Reva mengangguk sambil tersenyum.

Sebenarnya dokter Tanaka membiarkan Devi bekerja di kantornya ini juga agar dia bisa mengasah dan mengajari Devi, kan?

Devi ini memiliki penyakit keras kepala dan emosi yang terlalu tinggi.

Selain itu, dengan teman temannya yang berasal dari generasi anak muda yang kaya maka pergaulannya dengan mereka membuatnya semakin arogan sehingga dokter Tanaka merasa sangat sedih. Padahal, sifat aslinya tidak buruk. Kalau dia diasah dan diajari dengan benar, dia masih bisa berubah menjadi baik.

Devi menatap Reva lalu tiba-tiba tersenyum. "Kak Reva, setelah melalui kejadian ini, aku merasa aku semakin mengagumi lagi dan lebih menyukaimu. Bagaimana ini?"

Reva terdiam sejenak. Gadis kecil ini, mengapa dia selalu menggoda orang setiap hari?

"Kagum boleh tetapi kalau suka, lupakan saja."

"Aku pria yang sudah berkeluarga!" ujar Reva.

Devi menggerutu. "Aku saja tidak peduli, kau peduli apa?"

"Memangnya kenapa kalau sudah berkeluarga? Aku bisa menjadi kekasih gelapmu!"

Reva tercengang. Apa anak muda sekarang pemikirannya begitu sembarangan dan terbuka?

"Uhuk uhuk..."

"Kau... kau pikirkan dulu kejadian hari ini.”

"Kau sudah memaki orang, apa kau tidak ingin meminta maaf kepada mereka?"

Reva buru-buru mengganti topik pembicaraan. Topik tadi terlalu berbahaya kalau terus dilanjutkan pembicaraannya. Dengan cepat Devi mengangguk, "Ya, aku juga ingin meminta maaf."

"Atau mungkin aku bisa membantu mencarikan ginjal yang cocok untuknya sebagai ungkapan permintaan maafku." "Keluarga aku punya koneksi dalam hal ini."

Reva: "Jangan katakan ini dulu. Apa kau tahu bagaimana cara mencari mereka?"

Devi berpikir sejenak, "Kalau dia hendak melakukan transplantasi ginjal seharusnya dia ada di rumah sakit yang ada di kota.”

"Aku akan pulang dan meminta papaku untuk menemukannya. Pasti akan ketahuan."

Revȧ menggelengkan kepalanya, "Tidak akan bisa ditemukan."

Dengan penasaran Devi bertanya, "Mengapa?"

"Papaku kerja di RS, dia punya jaringan koneksi yang cukup baik. Bagaimana mungkin tidak akan dapat menemukan mereka?"

Reva: "Situasi yang kau katakan itu kalau orangnya sedang di rawat di rumah sakit." "Tetapi pertanyaannya adalah, apa menurutmu mereka sedang berada di rumah sakit?"

Devi tampak bingung, "Kalau mereka tidak ada di rumah sakit lantas mereka ada dimana?"

Reva menghela nafas dengan tak berdaya, "Kau ini yah, biasanya tampak pintar tetapi mengapa sekarang jadi ceroboh pikirannya?"

"Coba kau pikir, orang itu hanya punya satu ginjal saja yang tersisa. Rumah sakit mana yang mau membantunya untuk melakukan transplantasi? Apa bedanya dengan membunuh orang?"

"Dia pasti tidak akan melakukan operasinya di rumah sakit resmi tetapi di beberapa klinik ilegal."

Devi baru tersadar. "Aduuh, aku lupa kalau kau tidak bilang."

"Lalu...lalu bagaimana cara aku menemukannya?"

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report