Bab 15 Pergi Lakukan Tes DNA

Kayla dikejutkan oleh teriakan Theo. Seketika, dia tertegun. Dia melihat ke arah Evi yang sedang menatapnya, lalu berjalan ke luar ruangan.

“Apa kamu bilang?”

Dia mempermainkan Theo?

Theo berkata dengan suara berat, “Di mana kamu sekarang?”

“Rumah sakit….”

Dia belum sempat mengatakan “ibu sakit“, tetapi Theo sudah menyelanya dengan kasar, “Kayla, sekalipun kamu harus mencari alasan, carilah alasan yang masuk akal. Sebelumnya kamu sangat nggak sabar untuk bercerai, baru berlalu satu malam, kamu sudah sakit hingga terbaring lemas di ranjang pasien? Atau kamu melakukan semua ini bukan karena ingin bercerai, melainkan sedang tarik ulur?”

Kayla tahu bahwa citranya di hati Theo kurang baik, tetapi dia tidak menyangka akan seburuk ini. Theo bahkan belum mendengarnya menyelesaikan ucapannya, tetapi sudah menghakiminya.

Dia menarik napas dalam–dalam untuk menekan rasa sakit hatinya, lalu berkata, “Bukan aku, Ibu yang sakit. Ibu demam 40 derajat, baru saja diantar ke rumah sakit.”

Theo yang berada di ujung lain telepon pun terdiam.

“Kamu nggak tahu, ‘kan?” Kayla pun berkata dengan sinis, “Ibu sakit, pembantu hanya ingat untuk meneleponku dan nggak pernah berpikir untuk memberitahumu. Selama tiga tahun ini, apa kamu tahu sudah berapa kali aku mewakilimu untuk berbakti?”

Suatu kali, ketika dia sedang bekerja, Bibi Warni meneleponnya untuk memberi tahu bahwa Evi mengalami syok. Saat itu, Theo sedang mempersulitnya dan departemen SDM sengaja menolak cutinya untuk menyanjung Theo. Saat itu, dia yang cemas pun langsung bolos kerja.

Kemudian, Theo memarahinya dengan kasar di depan umum.

“Kalau nggak mau kesulitan, pulanglah menjadi nona besar di rumah, Perusahaan Oliver nggak mempekerjakan sampah!”

Dia sungguh bodoh, demi menjaga harga diri Theo, dia sama sekali tidak membela diri.

Sampai saat ini, Kayla masih mengingat tatapan menghina dan merendahkan dari rekan kerjanya

Waktu seolah–olah berhenti pada momen ini. Setelah beberapa saat, terdengar suara Theo, “Lain kali

kalau terjadi hal seperti ini, telepon aku.

Kayla tidak me

tidak mendengar adanya rasa bersalah dari suara Theo. Sekalipun ada, dia tidak akan berpikir

kejauhan. Dia sudah sering salah paham.

+15 BONUS

Dia tidak menjawab dan langsung menutup telepon, Karena khawatir Evi akan menyadari sesuatu, dia berjalan di koridor sebentar sebelum kembali.

Tak lama kemudian, Theo tiba. Kayla melirik Evi yang sedang tidur di ranjang pasien. Setiap kali dia sakit, dia seolah–olah kehilangan separuh nyawanya sehingga menjadi sangat lemah.

*Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”

Theo mengira Kayla akan membahas soal perceraian lagi. Dia mengerutkan keningnya sambil berkata dengan kesal “Kita bicarakan nanti. Ibu sedang sakit, aku malas ribut denganmu.”

Sampai saat ini, Theo masih merasa Kayla hanya ingin mencari masalah dengannya?

Kayla berbalik dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi matanya tertuju pada bekas merah di leher Theo.

Area ini ….

Dia tidak bisa menahan diri untuk menyeringai. Sungguh tidak tahu diri, belum bercerai sudah berani main dengan wanita lain!

Dia berkata, “Kalau begitu, kita bicarakan di sini?”

Theo mendelik dengan galak, lalu berjalan ke luar ruangan.

Di koridor, Kayla memasukkan tangannya ke dalam saku, lalu menatap dinding putih di seberang sambil

berkata, “Dokter menyuruh Ibu melakukan pemeriksaan seluruh tubuh.”

Theo mengerutkan keningnya sambil bertanya, “Ada apa?”

“Nggak tahu, Dokter bilang dia baru bisa menyimpulkan keadaan setelah mendapatkan hasil

pemeriksaan.”

Setelah berkata demikian, Kayla mengangkat tangannya untuk melihat waktu. “Ibu baru tidur dan nggak akan bangun untuk sementara. Biarkan perawat menjaganya dulu. Sekarang, masih ada satu jam sebelum istirahat makan siang Dinas Kependudukan, masih sempat.”

Mendengar ucapan ini, Theo menatapnya dengan muram ….

Sejak Kayla ingin bercerai dengan Theo, sikapnya menjadi sangat dingin pada Theo. Hal ini membuat suasana hati Theo sangat kacau dan sulit untuk diluapkan. 1

“Ibu sudah sakit, kamu masih memikirkan soal perceraian? Kayla, apa kamu punya hati nurani?”

Hati nurani?

Hati nuraninya berangsurangsur hilang karena sikap dingin dan kasar Theo.

“Kalau kamu mau berpikir seperti itu, terserah kamu.”

+15 BONUS

Melihat sikap cuek Kayla, Theo memicingkan matanya dan otomatis teringat akan tas pria yang dibelinya kemarin.

Awalnya, Theo mengira Kayla membeli tas itu hanya untuk membuatnya kesal dan beberapa hari kemudian, Kayla akan memberikan benda itu padanya.

Sebelumnya hal ini pernah terjadi. Demi membuatnya cemburu, Kayla sengaja membeli sesuatu yang membuatnya salah paham dan mengatakan ingin menghadiahkan barang itu kepada orang lain, tapi pada akhirnya, Kayla selalu menaruh benda itu di lemarinya,

Namun, di pesta makan malam semalam, dia melihat seorang pria memegang tas itu.

Awalnya, dia mengira itu hanyalah tas yang sama, tetapi setiap tas mewah memiliki nomor tersendiri. Entah karena alasan apa, dia mengambil tas itu untuk diperiksa.

Nomor di tas itu sama persis dengan yang dibeli Kayla.

“Kamu begitu terburu–buru untuk menyingkirkanku karena sudah menemukan cadangan? Tas itu kamu

darinya, hah?” beli untuk diberikan padanya? Pria itu tua dan jelek, apa yang kamu su

Kayla tidak mengerti maksud Theo, tetapi kesabarannya telah habis. Dia mengernyit sambil berkata dengan kesal “Sudah cukup? Apa kamu nggak capek bicara terus?”

“Hmph.” Theo tersenyum sinis. “Soal perceraian, kita bicarakan nanti. Ibu masih diinfus dan perlu dijaga.”

Kayla menolak, dia selalu merasa Theo akan memperpanjang masalah ini.

“Perawat bisa menjaga Ibu sebentar, nggak akan memakan banyak waktu, kok.”

Ekspresi Theo menjadi makin muram dan muncul kabut hitam di matanya. “Sudah kubilang, ganti waktu.

Kayla tidak menyadari Theo mempunyai maksud lain. Dia lanjut bertanya, “Bagaimana dengan sore ini?”

Lagian dia sudah cuti kerja, sore hari dia punya waktu.

Cairan infus yang dimasukkan ke tubuh Evi tidak banyak, seharusnya siang ini sudah habis. Dinas Kependudukan tutup pukul 5.30, jadi hari ini masih sempat.

Tak disangka, begitu Kayla selesai berbicara, Theo langsung mencengkeram rahangnya sambil berkata dengan marah di telinganya, “Pria nggak suka ditantang. Kamu makin nggak sabar, aku makin nggak mau menuruti keinginanmu.”

Terdengar peringatan yang mendalam di kalimat ini.

“Theo, yang punya pikiran seperti ini bukan pria, tapi bajingan.” Kayla menepis tangannya dengan kuat. lalu berbalik pergi.

Melihat Kayla menghilang di tengah lift, Theo menjadi sangat kesal dan ingin merokok.

Setelah berdiri untuk cukup lama, dia berbalik dan berjalan menuju bangsal. Namun, ketika dia masuk, perutnya langsung dihantam oleh bantall

Evi menatapnya dengan kesal. “Membujuk istri pun kamu nggak pandai. Kamu keluar dari saluran sampah mana sih? Kebetulan kita lagi di rumah sakit, cepat lakukan tes DNA, aku dan ayahmu mana mungkin melahirkan anak jahat sepertimu!” 2

“Semalam baru saja tidur bersama dan hari ini dia sudah mau menceraikanmu. Jawab dengan jujur, apa kamu nggak mampu karena sudah berumur?”

Mendengar ucapan ini, Theo membelalak dan suaranya terdengar sangat dingin ketika bertanya, “Kayla yang bilang aku tidur dengannya semalam? Juga bilang kami akan bercerai?”

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report