Bab 16 Menebus Kesalahannya?
Wanita ini ribut ingin bercerai, tetapi juga mengadu ke Evi. Jelas–jelas dia tahu kalau Evi mengetahui hal ini, Evi tidak akan menyetujui perceraian mereka.
‘Kayla, aku sungguh meremehkanmu!‘
Evi tertegun. “Nggak tidur bersama? Kalau begitu, ada apa dengan bekas di lehermu….”
Sembari berbicara, Evi tiba–tiba membelalakkan matanya. “Apa kamu balikan dengan Raline lagi? Dia yang membuat bekas di lehermu ini? Apa kamu mau buat aku kesal! Biar kuberi tahu, sekarang ataupun dulu, aku nggak akan menyetujui hubungan kalian!”
Kalau bukan karena hanya ada satu bantal, Evi pasti akan melempar Theo lagi.
Theo otomatis menyentuh lehernya. “Ibu salah paham.”
Dia bukan hanya tidak menjelaskan secara detail tetapi langsung pergi ke kamar mandi sambil
mengerutkan keningnya.
Kayla keluar dari rumah sakit di bawah terik sinar matahari. Bella mengiriminya pesan untuk mengajaknya makan malam bersama hari ini.
Melihat langit masih cerah dan tidak perlu pergi bekerja, Kayla pergi ke supermarket untuk membeli
kebutuhan sehari–hari.
Sepulang kerja, Bella langsung pergi menjemput Kayla. “Hari ini aku mendapatkan proyek besar. Yuk, pergi makan enak untuk merayakan kamu terbebas dari si berengsek Theo itu!” (1
Kayla berkata dengan usil, “Kalau ayahmu mendengar kata–kata ini, dia akan menghabisimu.”
Theo adalah orang yang menguasai sebagian besar perekonomian Kota Bapura dan merupakan seorang pemula yang terkenal di dunia bisnis. Siapa yang berani menyinggungnya? Kalau Theo mendengar ucapan Bella, jangankan toko antik, bahkan Perusahaan Guandy.pun terancam.
“Aku hanya mengatakan hal–hal seperti ini di depanmu, macam baru kenal saja.”
Begitu tiba di tempat makan, Kayla melihat klub yang terang benderang di depannya. Dia berkata dengan tidak percaya, “Ini makanan enak yang kamu bilang?”
Vetro adalah klub paling mewah di Kota Bapura, harganya mahal dan dekorasinya indah, tetapi makanan
di sini terkenal hambar sehingga tidak ada yang datang ke sini untuk makan.
“Pengeluaran sembilan digit nggak cukup? Mari rayakan malam ini, nggak mabuk, nggak pulang! Aku sudah lama kesal dengan kehidupan membosankanmu itu, bisa–bisanya kamu bertahan tiga tahun. Dulu Theo sering datang ke tempat ini, sekarang gantian kita yang nikmati!”
Sejak menikah beberapa tahun ini, Kayla hidup seperti biarawati. Dia hanya bolak–balik perusahaan dan
+15 BONUS
rumah, berbeda jauh dengan dirinya yang liar sebelum menikah.
Pelayan memimpin Jalan, tetapi sepertinya Kayla tidak tertarik. Bella mengira Kayla masih sedih karena perceraian, jadi dia pun menghibur Kayla. “Jangan sedih, nanti menangislah sesuka hatimu. Lagian malam ini nggak ada orang lain, nggak akan ada yang menertawakanmu.”
Kayla tidak ingin menangis, masalahnya… hari ini dia tidak bercerai.
Suasana hatinya kurang baik karena belum bercerai dan terus kepikiran soal kesehatan Evi.
Dia berkata dengan pelan, “Belum bercerai.”
Suara di klub sangat bising sehingga Bella tidak mendengarnya. “Apa?”
“Hari ini, aku dan Theo belum bercerai.”
Setelah mendengar ucapan Kayla, Bella tertegun sejenak. Tak lama kemudian, dia pun bertanya dengan ragu–ragu, “Apa kamu nggak ingin bercerai?”
Bella mengetahui perasaan Kayla terhadap Theo. Meskipun pria itu selalu bersikap dingin padanya sejak menikah, Theo tidak pernah pelit padanya soal uang. Dulu, ketika Kayla sudah terpuruk, Theo–lah yang menariknya keluar dari jurang.
Pada dasarnya, wanita lebih emosional dan mudah jatuh cinta pada pria yang pernah menolongnya.
Apalagi mereka sudah menikah selama tiga tahun.
Kayla tertegun untuk cukup lama. Bukan karena dia tidak ingin bercerai, sebaliknya, dia malah sangat bertekad untuk bercerai. Namun, kejadian hari ini sulit untuk dijelaskan dengan singkat.
Bella lanjut berkata dengan teguh, “Kalau kamu nggak mau bercerai, nggak usah bercerai! Atau beri tahu ibu mertuamu untuk menahannya. Ibu mertuamu begitu menyukaimu, dia pasti akan langsung memotong kaki Theo kalau mengetahui perbuatan Theo!”
Kayla merasa terhibur oleh imajinasi Bella yang luar biasa, dia masih ingin mendengar apa yang akan
dikatakan oleh Bella.
“Lalu?”
“Lalu, abaikan dia. Pria itu makhluk visual, semakin diabaikan, semakin dia menganggapmu sebagai harta langka! Lihatlah Raline, dia pandai tarik ulur, kamu harus mempelajari trik itu. Dengan begitu, bukankah Theo berada dalam genggamanmu?”
Sembari berbicara, keduanya pun masuk ke dalam ruangan.
Di sudut koridor yang tidak jauh, seorang pria yang tidak memahami isi percakapan mereka pun berkata pada pelayan, “Lantai 3, deh.”
Vetro menggunakan sistem kelas, kartu anggota mencerminkan kelas sosial seseorang. Berdasarkan status Carlos, dia seharusnya naik ke lantai paling atas, tapi… siapa sangka dia kebetulan melihat istri sahabatnya di sini?
Selain itu, dia menyadari ada beberapa orang berniat jahat di klub yang sedang mengawasi mereka.
Carlos menelepon Theo. Setelah panggilan tersambung, dia pun berkata, “Hei, istrimu berada di Vetro.”
Theo sedang mengantar Raline pulang. Entah dari mana Raline mendengar kabar Evi masuk rumah sakit, jadi dia pergi untuk menjenguk Evi. Alhasil, dia malah dimarahi oleh Evi dan diusir pergi.
Theo yang sedang menelepon pun mengerutkan keningnya sambil bertanya, “Ngapain dia pergi ke sana?
“Mendiskusikan bagaimana caranya bermain tarik ulur denganmu, mengabaikanmu untuk menarik perhatianmu! Juga menyuruh ibumu menahanmu agar kamu nggak punya kesempatan untuk bercerai.”
Theo terdiam.
Dia memicingkan matanya dan emosinya menjadi jauh lebih tenang.
Carlos pun tidak lanjut berbasa–basi lagi, dia melaporkan nomor ruangan Kayla, lalu menutup telepon.
“Theo, ada apa?” Setelah Theo menelepon, Raline yang berada di dalam mobil menyadari ada yang aneh dengannya. Suasana di dalam mobil pun menjadi sangat hening.
Theo menggelengkan kepalanya. Dia tidak menjawab, dia malah menghentikan mobil, lalu berkata, ” Naiklah sendiri, lukamu belum sembuh. Jangan terburu–buru untuk menari.”
“Theo.” Raline mengatupkan bibirnya. “Apa kamu masih menyalahkanku karena mengungkit Davin di hadapan Kayla?”
Theo mengernyit, lalu menundukkan kepalanya untuk menyalakan rokok. Setelah mengembuskan seteguk asap rokok, dia pun berkata, “Nggak, kelak jangan ganggu dia.”
“Apa aku mengganggunya? Aku hanya menyebut nama seseorang, dia malah memukulku. Sepertinya dia begitu semena–mena karena kamu terlalu memanjakannya?”
Di akhir lebih tinggi dan disertai dengan kekesalan.
at Suaranya i
Setelah menghabiskan sebatang rokok, Theo perlahan–lahan mematikan puntung rokok sambil berkata, ” Aku masih ada urusan, kalau butuh kompensasi karena kejadian kemarin, katakan saja.”
Raline menatapnya dengan mata sembap. “Kompensasi? Kamu mau mewakilinya menebus kesalahan? Dialah yang memukulku, seharusnya dia yang minta maaf….”
Kemudian, dia terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. “Oke, kamu mau menebus kesalahannya.” kan? Kalau begitu, ceraikan dia dan nikahi aku!”
Theo malah meliriknya sambil bertanya, “Kamu nggak mau menjadi pemimpin tari lagi?”
Kelompok tari Raline menempati peringkat tiga besar di dunia dan posisi penari utama didambakan oleh
banyak orang.
Satu kalimat ini cukup untuk membuatnya diam dan mengingatkannya soal batasan.
Theo tidak tertarik soal ini, dia mengetukkan jarinya sambil berkata dengan kesal, “Turun.”
“Theo, aku….”
Theo menoleh, matanya tampak sangat suram di tengah kegelapan, ekspresinya yang dingin seolah- olah bisa membekukan orang. Kamu tahu, aku bukan orang yang sabaran. Jangan membuatku
mengulang kata–kataku.” 2
Dua puluh menit kemudian, ketika Theo tiba di Vetro, dia melihat beberapa pelayan pria masuk ke ruangan Kayla.
Dari celah pintu yang terbuka, terlihat wajah wanita yang kemerahan karena pengaruh alkohol….
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report