Bab 95 Sudah Hamil

Di bangsal Theo sedang bersandar di ujung kasur sambil menelepon. Ketika mendengar suara langkah

kaki, dia langsung menoleh ke arah datangnya suara. Dia melirik Kayla sambil mengerutkan keningnya.

Carlos yang meneleponmu?”

Kayla memutar bola matanya dengan marah. “Dia bilang kamu sudah mau mati dan menyuruhku datang untuk menandatangani surat izin menghentikan pertolongan agar bisa dikremasi.

Setelah masuk, Kayla langsung duduk di samping kasur.

Saat melewati ruang dokter, dia sudah bertanya pada dokter. Theo sakit maag karena minum alkohol dalam keadaan perut kosong, setelah sakit mereda, Theo sudah boleh pulang.

Theo melemparkan ponselnya ke meja samping tempat tidur sambil berkata, “Aku lapar.”

Kayla menatapnya selama beberapa detik, lalu mengeluarkan ponselnya untuk memesan makanan. Dia

hanya ingin segera memberikan makanan pada tuan muda ini dan pulang ke rumah masing–masing. Dia

tidak ingin ditelepon oleh Carlos lagi setelah pulang, apalagi disuruh kembali ke rumah sakit.

Dia masih tahu diri.

Theo menatapnya sambil berkata dengan tenang. “Kalau tunggu sampai makanan datang, aku mungkin

sudah keluar dari ruang gawat darurat. Apa begini caramu merawat pasien?

Setelah minum obat, rasa sakit yang menyerang perutnya seperti dihalangi oleh dua tangan dan dia sudah merasa baikan. Akan tetapi, dia belum sembuh total karena masih merasakan nyeri.

Kayla memelototi Theo dengan galak sambil berdiri. Dia berbalik meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Theo mengerutkan keningnya. “Berhenti, mau pergi ke mana?”

*Beli makanan anjing.” Kayla menggertakkan giginya sambil berkata dengan kesal, “Beri makan anjing.”

Theo yang berada di belakangnya terkekeh sejenak, tetapi Kayla sudah pergi, dia tidak mendengar suara tawa Theo dengan jelas.

Dia turun ke bawah untuk membeli bubur daging tanpa bawang sesuai dengan perintah Carlos. “Setelah selesai makan, kita pulang.”

Theo yang berbaring di atas kasur sama sekali tidak menanggapi Kayla, seolah–olah sedang tidur. Karena dia membelakangi pintu, Kayla tidak dapat melihat wajahnya. Setelah ragu–ragu sejenak, Kayla pun membungkuk untuk melihat Theo.

Alis Theo berkerut dan dahinya bercucuran keringat dingin. Selain itu, bibir dan wajahnya sangat pucat.

Dia bukan tidur, melainkan kesakitan!

Kayla tertegun sejenak, lalu tiba–tiba mendorongnya dengan panik. “Theo, perutmu sakit lagi? Kupanggilkan dokter.”

Di atas kasur, ada bel yang terhubung dengan kantor dokter. Begitu menekan bel, dokter langsung datang.

Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menggunakan tiga jari untuk menekan area di bagian paha luar Theo, tepat di atas tempurung lutut sambil berkata pada Kayla, “Ini adalah titik akupunktur yang dapat meredakan sakit perut. Dia baru saja minum obat, jangan makan dulu. Pijitlah area ini atau kamu bisa mengusap perutnya untuk meredakan rasa sakitnya.”

Selain membelikan makanan, juga harus memijitnya?

Melihat Kayla hanya diam dan sama sekali tidak khawatir, dokter pun bertanya dengan serius. “Kamu itu anggota keluarga pasien bukan? Kenapa kamu hanya diam di sana ketika melihat pasien kesakitan seperti ini?”

Kayla tersadar, lalu meminta maaf dengan serius. “Maaf, aku istrinya. Tapi biasanya hal seperti ini dilakukan oleh kekasihnya, aku nggak pandai. Pijit area mana? Mohon bimbingan Dokter.”

Dokter menegur seperti ini karena melihat Kayla tidak peduli dengan pasien. Dia tidak menyangka akan

ada rahasia seperti ini. Seketika, ekspresi Theo pun berubah.

Dia berdeham, lalu menarik tangannya dan berdiri tegak. “Sebenarnya nggak harus dipijit. Obat sudah

mulai bekerja, rasa sakit akan segera hilang.”

Setelah dokter keluar, Theo menggertakkan giginya sambil bertanya, “Kamu sengaja, “kan?

Kayla mengangkat alisnya sambil menatap Theo. “Raline juga harus merasakan dampak buruk.”

Tengah malam, rasa sakit yang Theo rasakan sudah mereda. Meskipun Kayla sangat kantuk, dia tetap

melakukan prosedur pemulangan.

Fasilitas di rumah sakit negeri dan swasta tidak dapat dibandingkan. Kasur kecil dan tirai tipis. Dia sulit

tidur di tempat asing, setelah bergadang semalaman, besok pagi dia pasti ingin tidur. Jadi, dia harus

pergi dari rumah sakit.

Kali ini dia tidak berani meninggalkan Theo di tengah jalan, entah masalah apa yang akan ditimbulkan

Theo lagi!

Keesokan harinya, ketika membuka mata, Kayla langsung melihat wajah Bella. Dia kaget hingga mundur beberapa langkah. Setelah melihat wajah Bella dengan jelas, dia pun kembali berbaring dengan lemas.Apa yang kamu lakukan? Pagi–pagi sudah buat orang kaget.”

Bella yang sedang duduk di atas kasur menyipitkan matanya sambil tersenyum sinis. “Masih berani bilang? Sebenarnya siapa yang menakuti siapa? Aku meneleponmu berkali–kali, tapi nggak dijawab.

kukira kamu bunuh diri karena putus cinta! Lihatlah sudah jam berapa? Apanya yang masih pagi? Hantu.

pun sudah berkeliaran.”

Karena baru bangun, Kayla masih linglung. Setelah mendengar kata–kata Bella, dia otomatis bertanya,

Putus cinta apaan?”

Semalam begitu sampai rumah, dia langsung mematikan ponselnya.

Terlihat beberapa panggilan tak terjawab dari Bella. Setelah melihat waktu, sudah pukul empat sore.

Bella berkata dengan nada menghina, “Sepertinya Tuhan pun kesal dengan pria berengsek seperti Theo. Semalam Theo baru masuk rumah sakit, hari ini sudah beredar berita Raline pergi menjenguknya dengan membawa berbagai macam suplemen kesehatan. Theo bukan hanya mempersilakannya masuk, tapi juga berduaan di dalam selama beberapa jam. Entah apa yang mereka lakukan di dalam, mungkin Raline sudah hamil!”

Kayla tertegun.

Meskipun agak berlebihan, Ini adalah fakta.

Amarah Bella masih belum terlampiaskan, dia lanjut memperingatkan. “Kalau kamu memaafkannya, aku akan mengirimmu pergi berkebun. Entah sudah sampai di mana level bucinmu ini.”

Dia terus memutar bola matanya, Kayla bahkan khawatir saraf matanya akan terjepit.

Kayla yang tidak bisa berkata–kata pun mengalihkan topik pembicaraan. “Kok kamu bisa tahu aku tinggal di sini?

Dia tidak memberi tahu siapa pun soal pindah rumah.

“Beberapa waktu yang lalu, aku bertemu dengan Davin di sebuah acara pelelangan beberapa, dia yang memberitahuku.” Ketika mengungkit hal ini, Bella menjadi marah. Dia menunjuk Kayla sambil berkata,” Nggak punya tempat tinggal bukannya datang mencariku? Kalau kamu nggak bertemu dengan Davin, apa kamu akan tinggal di kolong jembatan?

Davin hanya mengatakan Kayla tidak punya tempat tinggal. Davin tidak menyebut alasannya, tetapi Bella dapat menebak bahwa Theo–lah yang melakukan semua ini.

“Untung saja ketemu dia. Kalau nggak, kamu tiba–tiba nggak bisa dihubungi, aku pun nggak tahu mau mencarimu ke mana.”

Kayla hendak mandi. “Kok kamu bisa masuk.”

“Pemilik apartemen kelas atas seperti ini punya hak darurat.” Bella menyilangkan tangannya sambil bersandar di kusen kamar mandi. “Oh ya, aku sudah menyelidiki Viola. Dia bukan hanya adalah pejabat eksekutif di Perusahaan Montana, tapi juga adalah pemegang saham yang cukup besar di perusahaan tersebut. Dulu saat ayahmu dikejar utang dan pergi ke luar negeri, ayahmu nggak punya bisnis cadangan. Coba kamu tebak dari mana Viola punya uang untuk berinvestasi di sana?”

Bab 96 Dokter pun Tidak Bisa Menyembuhkannya

Kayla memandang Bella dengan mulut yang dipenuhi dengan gelembung pasta gigi, tetapi tidak membuatnya penasaran dan langsung berkata, “Theo yang kasih.”

Bella bisa memperoleh informasi ini dengan mudah karena Theo tidak berniat menyembunyikan hal ini. Namun, tindakan ini juga menandakan bahwa Theo bukanlah pria yang baik. Biasanya suami istri selalu sepemikiran, tetapi dia malah memberikan uang kepada orang yang menindas istrinya.

Kayla sama sekali tidak mengetahui hal ini. “Berapa banyak yang dia kasih?”

Bella mengulurkan tangannya dan terlihat sebuah angka yang mengejutkan. “Tanpa uang ini, jangankan berinvestasi di Perusahaan Montana, Viola bahkan harus merogoh kantongnya untuk makan enak.”

Kayla mengangguk. “Aku mengerti, terima kasih.”

Awalnya, dia ingin membuat Viola dipecat dari Perusahaan Montana untuk membalas perbuatan Viola yang sudah menyebarkan audio ke media sosial. Namun, karena Viola adalah pemegang saham di Perusahaan Montana, dia terpaksa memikirkan cara lain.

Mereka bertiga menghasilkan uang dengan menjual barang–barang peninggalan ibunya, Kayla ingin mereka mengembalikan semua uang itu.

Bella melambaikan tangannya dengan santai. “Cuma hal kecil, nggak usah berterima kasih. Kalau ada

hal lain yang perlu dibantu, katakan padaku.”

Melihat Kayla sudah selesai mandi, Bella pun menurunkan tangannya dan berdiri tegak. “Ayo pergi

makan. Aku masih ada urusan nanti malam, takutnya nggak sempat.”

Karena tidak ingin pergi jauh–jauh, mereka makan di sebuah restoran yang terletak di belakang apartemen, Kayla mengklik pencarian populer dan berita Raline menjenguk Theo ke Vila Aeris sudah dihapus. Dia tidak dapat menemukan berita itu, mungkin sudah diturunkan oleh seseorang.

Tentu saja Kayla tahu siapa yang melakukan hal ini.

Dalam tiga hari berikutnya, Kayla tinggal di rumah. Mungkin karena Bella mengkhawatirkan Kayla, dia

menerima banyak pekerjaan untuk Kayla. Hardy menelepon untuk menyuruh Kayla kembali bekerja ke Studio Yunox, tetapi Kayla menolak.

Saat dia sedang memandang sebuah lukisan sambil menghela napas, Warni meneleponnya. “Nyonya

Kayla, bisakah Anda datang ke sini? Hari ini seharusnya Nyonya Evi pergi ke rumah sakit untuk diperiksa,

tapi dia bertengkar dengan Tuan Muda dan menolak untuk pergi.”

“Theo juga berada di sana?

“Tuan Muda sibuk, Pak Axel yang datang.”

Biasanya Kayla yang melakukan hal ini. Setelah tahu bahwa dia dan Theo akan bercerai, Warni pun

sungkan untuk mengganggunya. Namun, karena Evi marah dengan Theo, bukan hanya Theo yang diabaikan, tetapi Axel pun ikut menderita.

Kayla mengiakan.

Sepertinya Evi marah dengan Theo karena perceraian mereka. Kayla harus membujuknya terlebih dahulu. Sekalipun dia tidak setuju, setidaknya jangan menentang. Kalau tidak, mereka akan sulit untuk

bercerai.

Sesampai di rumah tua, Kayla melihat Evi sedang duduk di sofa dengan kesal. “Sudah kubilang aku baik- baik saja, nggak perlu melakukan pemeriksaan.” Dia memelototi Axel yang berada di depan. “Yang harusnya pergi ke rumah sakit adalah bosmu. Sana carikan dokter mata dan otak untuk memeriksa apakah dia buta atau cacat mental. Bisa–bisanya mencampakkan mutiara demi bunga bangkai.”

Axel tertegun.

Dia merasa cepat atau lambat dirinya akan mati muda. Mulut Evi dan Kayla sungguh kasar!

“Oh ya, harus pilih dokter yang paling hebat. Dokter biasa nggak bisa menyembuhkannya.”

Warni berkata dalam hati, ‘Apa Nyonya Kayla anak kandungmu?”

Dia sudah membulatkan tekadnya, kelak dia membela Kayla dan tidak boleh bersikap baik pada Raline!

Dia mengerutkan keningnya dengan tertekan. “Nyonya, Tuan Muda juga peduli dengan kesehatan Anda. Dia sudah membuat janji temu dengan Dokter, bagaimana kalau Anda pergi untuk diperiksa, anggap

saja jalan–jalan.”

“Aku….”

Tepat ketika Evi hendak mengatakan bahwa dia tidak akan pergi, mati pun dia tidak akan pergi, terdengar suara Kayla dari luar. “Bu….”

Melihat menantunya, dia langsung tersenyum ramah dan suaranya menjadi jauh lebih lembut. “Kenapa

tiba–tiba pulang?”

Kayla duduk di sampingnya. Bibi Warni bilang kamu nggak mau pergi melakukan pemeriksaan. Apakah benar seperti itu?”

“Kamu macam nggak tahu mulut Bibi Warni saja. Dia selalu membesar–besarkan masalah. Aku hanya bilang cuaca terlalu dingin, nanti baru pergi. Mana ada bilang nggak mau pergi.”

Warni segera membenarkan. “Ya nih, Nyonya Evi baru mau pergi. Karena Nyonya Kayla pulang. bagaimana kalau Anda temani Nyonya? Rumah sakit sekarang sangat modern, orang tua sepertiku

nggak terlalu paham.”

Tentu saja, ini hanya alasan. Orang yang bekerja sebagai pelayan di Keluarga Oliver pasti bukan orang biasa. Sekalipun tidak ahli dalam hal bela diri, mereka harus bisa mendaftar dan membayar tagihan melalui internet, menemani pergi ke rumah sakit dan menangani hal–hal kecil lainnya. Mereka bahkan

harus mengikuti perkembangan zaman.

Evi menepuk tangan Kaya sambil berkata, “Hasil pemeriksaan sebelumnya ada di ruang kerja Theo. Tolong ambilkan.”

“Oke.”

Selama Evi bersedia melakukan pemeriksaan, mengambil laporan bukanlah apa–apa. Kayla pun tidak mengatakan bahwa dokter menyimpan semua hasil pemeriksaan dan banyak pemeriksaan yang perlu

dilakukan ulang setiap minggu.

Ketika Kayla masuk ke ruang kerja, Warni bertanya dengan heran, “Nyonya, bukannya laporan ada di sini?

Evi melemparkan kantong coklat di tangannya sambil berkata, “Pergi taruh ke laci TV. Kalau Kayla nanya, bilang saja kamu lupa.

Warni dijadikan kambing hitam lagi.

Melihat Warni penasaran, Evi pun menjelaskan dengan sabar. “Mulut anak berengsek itu seperti perangko yang ditempel dengan lem, dia nggak akan mengungkapkan isi hatinya. Kalau aku nggak menyuruh Kayla mengambil laporan di ruang kerjanya, dia nggak akan tahu fotonya ada di meja kerja Theo? Aku yakin Theo punya perasaan dengan Kayla, kalau nggak, kenapa dia memajang foto Kayla di meja kerja?”

Kemudian, Evi pun memanyunkan bibirnya dengan kesal. “Penakut sekali, entah anak siapa. Dulu ayahnya sangat terus terang, nggak seperti dia.

Ini adalah pertama kalinya Kayla masuk ke ruang kerja Theo. Dia jarang tinggal di sini sebelum menikah, apalagi setelah menikah.

Ruang kerja Theo tidak besar, hanya ada meja, rak buku dan sofa.

Kayla tidak melihat sekeliling, dia langsung masuk dan membuka laci untuk mencari laporan:

Namun, dia tidak menemukan laporan dan malah menemukan sesuatu yang familier.

Sebuah lukisan berbingkai dengan latar belakang abstrak yang hampir memenuhi seisi kertas. Kalau diperhatikan dengan saksama, terlihat sosok seorang wanita.

Hanya saja sosok itu dibaluti dengan aura dingin dan sangat buram. Meskipun sosok itu menghadapi ke depan, wajahnya tidak terlihat.

Setelah menatap untuk beberapa waktu, timbul suatu rasa takut dan kesedihan yang tak terkendali.

Itu adalah sebuah lukisan suasana hati, tepatnya suasana hati Kayla.

Jari rampingnya perlahan–lahan mendarat di atas lukisan itu, dia seolah–olah ingin menyentuh kertas

15 BONUS.

gambar yang berada di dalam bingkai itu.

Ini adalah karya kelulusannya.

Lukisan itu dibeli oleh orang misterius dengan harga tinggi hingga membuatnya menjadi terkenal di Universitas Bapura dan jatuh ke titik terendah kehidupannya.

Ketika mendapatkan kabar bahwa lukisannya dibeli, dia merasa aneh karena lukisan itu bukanlah lukisan yang bagus. Bahkan saat dia mengumpulkan karyanya, gurunya hampir menyuruh orang tuanya membawanya ke psikiater. Bagaimanapun, kemampuan mahasiswa seni tidak akan bisa meningkat dalam waktu singkat.

Kayla mendengus dingin.

Jadi kenapa Theo membeli lukisan berkualitas rendah yang tidak sesuai dengan karakternya?

Melihat Kayla tidak kunjung turun, Evi yang berada di lantai bawah pun berkata pada Axel yang sudah mengerutkan kening seharian, “Coba pergi lihat, jangan–jangan dia kegirangan

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report