Bab 96 Dokter pun Tidak Bisa Menyembuhkannya
Kayla memandang Bella dengan mulut yang dipenuhi dengan gelembung pasta gigi, tetapi tidak membuatnya penasaran dan langsung berkata, “Theo yang kasih.”
Bella bisa memperoleh informasi ini dengan mudah karena Theo tidak berniat menyembunyikan hal ini. Namun, tindakan ini juga menandakan bahwa Theo bukanlah pria yang baik. Biasanya suami istri selalu sepemikiran, tetapi dia malah memberikan uang kepada orang yang menindas istrinya.
Kayla sama sekali tidak mengetahui hal ini. “Berapa banyak yang dia kasih?”
Bella mengulurkan tangannya dan terlihat sebuah angka yang mengejutkan. “Tanpa uang ini, jangankan berinvestasi di Perusahaan Montana, Viola bahkan harus merogoh kantongnya untuk makan enak.”
Kayla mengangguk. “Aku mengerti, terima kasih.”
Awalnya, dia ingin membuat Viola dipecat dari Perusahaan Montana untuk membalas perbuatan Viola yang sudah menyebarkan audio ke media sosial. Namun, karena Viola adalah pemegang saham di Perusahaan Montana, dia terpaksa memikirkan cara lain.
Mereka bertiga menghasilkan uang dengan menjual barang–barang peninggalan ibunya, Kayla ingin mereka mengembalikan semua uang itu.
Bella melambaikan tangannya dengan santai. “Cuma hal kecil, nggak usah berterima kasih. Kalau ada
hal lain yang perlu dibantu, katakan padaku.”
Melihat Kayla sudah selesai mandi, Bella pun menurunkan tangannya dan berdiri tegak. “Ayo pergi
makan. Aku masih ada urusan nanti malam, takutnya nggak sempat.”
Karena tidak ingin pergi jauh–jauh, mereka makan di sebuah restoran yang terletak di belakang apartemen, Kayla mengklik pencarian populer dan berita Raline menjenguk Theo ke Vila Aeris sudah dihapus. Dia tidak dapat menemukan berita itu, mungkin sudah diturunkan oleh seseorang.
Tentu saja Kayla tahu siapa yang melakukan hal ini.
Dalam tiga hari berikutnya, Kayla tinggal di rumah. Mungkin karena Bella mengkhawatirkan Kayla, dia
menerima banyak pekerjaan untuk Kayla. Hardy menelepon untuk menyuruh Kayla kembali bekerja ke Studio Yunox, tetapi Kayla menolak.
Saat dia sedang memandang sebuah lukisan sambil menghela napas, Warni meneleponnya. “Nyonya
Kayla, bisakah Anda datang ke sini? Hari ini seharusnya Nyonya Evi pergi ke rumah sakit untuk diperiksa,
tapi dia bertengkar dengan Tuan Muda dan menolak untuk pergi.”
“Theo juga berada di sana?”
“Tuan Muda sibuk, Pak Axel yang datang.”
Biasanya Kayla yang melakukan hal ini. Setelah tahu bahwa dia dan Theo akan bercerai, Warni pun
sungkan untuk mengganggunya. Namun, karena Evi marah dengan Theo, bukan hanya Theo yang diabaikan, tetapi Axel pun ikut menderita.
Kayla mengiakan.
Sepertinya Evi marah dengan Theo karena perceraian mereka. Kayla harus membujuknya terlebih dahulu. Sekalipun dia tidak setuju, setidaknya jangan menentang. Kalau tidak, mereka akan sulit untuk
bercerai.
Sesampai di rumah tua, Kayla melihat Evi sedang duduk di sofa dengan kesal. “Sudah kubilang aku baik- baik saja, nggak perlu melakukan pemeriksaan.” Dia memelototi Axel yang berada di depan. “Yang harusnya pergi ke rumah sakit adalah bosmu. Sana carikan dokter mata dan otak untuk memeriksa apakah dia buta atau cacat mental. Bisa–bisanya mencampakkan mutiara demi bunga bangkai.”
Axel tertegun.
Dia merasa cepat atau lambat dirinya akan mati muda. Mulut Evi dan Kayla sungguh kasar!
“Oh ya, harus pilih dokter yang paling hebat. Dokter biasa nggak bisa menyembuhkannya.”
Warni berkata dalam hati, ‘Apa Nyonya Kayla anak kandungmu?”
Dia sudah membulatkan tekadnya, kelak dia membela Kayla dan tidak boleh bersikap baik pada Raline!
Dia mengerutkan keningnya dengan tertekan. “Nyonya, Tuan Muda juga peduli dengan kesehatan Anda. Dia sudah membuat janji temu dengan Dokter, bagaimana kalau Anda pergi untuk diperiksa, anggap
saja jalan–jalan.”
“Aku….”
Tepat ketika Evi hendak mengatakan bahwa dia tidak akan pergi, mati pun dia tidak akan pergi, terdengar suara Kayla dari luar. “Bu….”
Melihat menantunya, dia langsung tersenyum ramah dan suaranya menjadi jauh lebih lembut. “Kenapa
tiba–tiba pulang?”
Kayla duduk di sampingnya. “Bibi Warni bilang kamu nggak mau pergi melakukan pemeriksaan. Apakah benar seperti itu?”
“Kamu macam nggak tahu mulut Bibi Warni saja. Dia selalu membesar–besarkan masalah. Aku hanya bilang cuaca terlalu dingin, nanti baru pergi. Mana ada bilang nggak mau pergi.”
Warni segera membenarkan. “Ya nih, Nyonya Evi baru mau pergi. Karena Nyonya Kayla pulang. bagaimana kalau Anda temani Nyonya? Rumah sakit sekarang sangat modern, orang tua sepertiku
nggak terlalu paham.”
Tentu saja, ini hanya alasan. Orang yang bekerja sebagai pelayan di Keluarga Oliver pasti bukan orang biasa. Sekalipun tidak ahli dalam hal bela diri, mereka harus bisa mendaftar dan membayar tagihan melalui internet, menemani pergi ke rumah sakit dan menangani hal–hal kecil lainnya. Mereka bahkan
☐ +15 BONUS
harus mengikuti perkembangan zaman.
Evi menepuk tangan Kaya sambil berkata, “Hasil pemeriksaan sebelumnya ada di ruang kerja Theo. Tolong ambilkan.”
“Oke.”
Selama Evi bersedia melakukan pemeriksaan, mengambil laporan bukanlah apa–apa. Kayla pun tidak mengatakan bahwa dokter menyimpan semua hasil pemeriksaan dan banyak pemeriksaan yang perlu
dilakukan ulang setiap minggu.
Ketika Kayla masuk ke ruang kerja, Warni bertanya dengan heran, “Nyonya, bukannya laporan ada di sini?
Evi melemparkan kantong coklat di tangannya sambil berkata, “Pergi taruh ke laci TV. Kalau Kayla nanya, bilang saja kamu lupa.
Warni dijadikan kambing hitam lagi.
Melihat Warni penasaran, Evi pun menjelaskan dengan sabar. “Mulut anak berengsek itu seperti perangko yang ditempel dengan lem, dia nggak akan mengungkapkan isi hatinya. Kalau aku nggak menyuruh Kayla mengambil laporan di ruang kerjanya, dia nggak akan tahu fotonya ada di meja kerja Theo? Aku yakin Theo punya perasaan dengan Kayla, kalau nggak, kenapa dia memajang foto Kayla di meja kerja?”
Kemudian, Evi pun memanyunkan bibirnya dengan kesal. “Penakut sekali, entah anak siapa. Dulu ayahnya sangat terus terang, nggak seperti dia.”
Ini adalah pertama kalinya Kayla masuk ke ruang kerja Theo. Dia jarang tinggal di sini sebelum menikah, apalagi setelah menikah.
Ruang kerja Theo tidak besar, hanya ada meja, rak buku dan sofa.
Kayla tidak melihat sekeliling, dia langsung masuk dan membuka laci untuk mencari laporan:
Namun, dia tidak menemukan laporan dan malah menemukan sesuatu yang familier.
Sebuah lukisan berbingkai dengan latar belakang abstrak yang hampir memenuhi seisi kertas. Kalau diperhatikan dengan saksama, terlihat sosok seorang wanita.
Hanya saja sosok itu dibaluti dengan aura dingin dan sangat buram. Meskipun sosok itu menghadapi ke depan, wajahnya tidak terlihat.
Setelah menatap untuk beberapa waktu, timbul suatu rasa takut dan kesedihan yang tak terkendali.
Itu adalah sebuah lukisan suasana hati, tepatnya suasana hati Kayla.
Jari rampingnya perlahan–lahan mendarat di atas lukisan itu, dia seolah–olah ingin menyentuh kertas
15 BONUS.
gambar yang berada di dalam bingkai itu.
Ini adalah karya kelulusannya.
Lukisan itu dibeli oleh orang misterius dengan harga tinggi hingga membuatnya menjadi terkenal di Universitas Bapura dan jatuh ke titik terendah kehidupannya.
Ketika mendapatkan kabar bahwa lukisannya dibeli, dia merasa aneh karena lukisan itu bukanlah lukisan yang bagus. Bahkan saat dia mengumpulkan karyanya, gurunya hampir menyuruh orang tuanya membawanya ke psikiater. Bagaimanapun, kemampuan mahasiswa seni tidak akan bisa meningkat dalam waktu singkat.
Kayla mendengus dingin.
Jadi kenapa Theo membeli lukisan berkualitas rendah yang tidak sesuai dengan karakternya?
Melihat Kayla tidak kunjung turun, Evi yang berada di lantai bawah pun berkata pada Axel yang sudah mengerutkan kening seharian, “Coba pergi lihat, jangan–jangan dia kegirangan?”
If you replace any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report